Bulan Muharrom segera datang kepada
kita. Setiap tahun tentu kita selalu melewati bulan Muharrom ini. Yang mana
bulan tersebut dikenal sebagai bulan pertama untuk hitungan dan susunan bulan
pada tahun Hijriyah. Maka sering dikenal dengan sebutan tahun baru Hijriyah.
Emh, betulkah ada tahun Hijriyah? Kita bahas saja nanti.
Seperti yang sering kita ketahui
bersama, dan tentu kita sudah tahu dan tidak bisa mengelak, bahwa pada bulan
Muharrom ini sering ada perayaan tahun baru Islam. Benarkah itu ada dan
dibenarkan secara Syariat? Bagaimana pula posisi hukum merayakan malam tahun
baru Islam? Mari kita bahas permasalahannya dan kita tinjau dalilnya.
Adakah Dalam Ajaran Islam Hari Besar
Malam Tahun Baruan? (Merayakan Malam Tahun Baru Islam)
Setelah dicari dalam riteratur dan
kitab tarikh apa pun, ternyata tidak ditemukan satu riwayat pun yang
menceritakan tentang pernah diadakannya perayaan tahun baru Islam 1 Muharram.
Karena tidak ada perayaan dalam menyambut bulan dan tahun baru tersebut. Yang
dikisahkan hanya sebuah perjalan perjuangan Rasululloh Hijran dari kota Mekkah
menuju kota Madinah demi menyelematkan dan memajukan dakwah Islam. Atau
singkatnya Rasul dan para sahabat berkorban harta dan jiwa untuk untuk kejayaan
Islam. Jadi malam tersebut dihiasi perjuangan perih getir. Bukan pesta pora
kesenangan atau tenang-tenang berkumpul dalam suka cita, atau berdiam diri di
mesjid dengan menangis. Sama sekali itu tidak dilakukan Rasul.
Intinya tidak ada perayaan yang
Rasul ajarkan dalam Syariat Islam untuk menyambut malam tahun baru Islam 1
Muharram. Karena yang dikenal dalam Syariat Islam. Perayaan hari besar Islam
hanya dua saja, iedul fithri dan iedul adhha. Maka slain itu haram dan bathil. Sebagaimana dalil Hadits di bawah ini :
قدمت
عليكم ولكم يومان تلعبون فيهما إن الله عز و جل أبدلكم بهما خيرا منهما يوم الفطر
ويوم النحر
“Saya mendatangi kalian dan
kalian memiliki dua hari raya, yang kalian jadikan sebagai waktu untuk bermain.
Padahal Allah telah menggantikan dua hari raya terbaik untuk kalian; idul fitri
dan idul adha.” (HR. Ahmad, Abu Daud, dan
Nasa’i).
Pertanyaannya dari sub judul di
atas, Lalu Bagaimana Hukumnya Jika Kita Merayakan Tahun Baru Islam? yang
jelas-jelas perayaan tersebut tidak diajar Rasul dalam Syariat Islam. Untuk
menjawabnya kita harus merunut terlebih dahulu permasalahnya. Yaitu dengan
melihat sejarah darimana dan dari siapa serta sejak kapan budaya merayakan
tahun baru Islam ini ada?
Yang jelas saya belum menemukan
sumber yang menerangkan bahwa kapan tepatnya kebiasaan merayakan Tahun baru
Hijriyah ini. Karena tadi sudah kita sama-sama bahas bahwa dalam syariat Islam
Haq sudah tidak ditemukan literatur tersebut.
Dengan tidak mengurangi rasa hormat
(heheh gaya) mari kita keyakinan umat sebelah (selain Islam) adakah budaya dan
kebiasaan mereka dalam merayakan Tahun Baru?
Hindu. Ternyata di dalam budaya dan
ajaran Hindu kita bisa menemukan budaya tahun baru dengan mudah. Orang Hindu
merayakan penyambutan tahun baru sebagai hari besar dan hari suci dalam ajaran
kehidupan berhindu mereka. Setiap tahun mereka taat merayakan tahun baru mereka
dengan khidmat dan penuh penyambutan dengan cara mereka sendiri. Dimana tahun
baru mereka sebetulnya yang lebih dikenal dengan NYEPI. Hari raya nyepi adalah
tahun baru untuk umat Hindu.
Dan selain umat Hindu ternyata masih
ada lagi yang merayakan dan membudayakan perayaan tahun baru. Seperti bangsa
Babilonia yang merayakan tahun baru pada sekitar bulan November sebagai tahun
perayaan awal tahun menyambut para dewa yang berganti tugas setiap tahunnya
(aneh kok dewa ada masa tugasnya :D). Namun budaya itu mengalami akulturasi
dengan budaya Romawi dan Yunani. Yaitu mengalami perpindahan waktu perayaan.
Dari November bergeser menjadi satu Januari yang merupakan hari yang diyakini
sebagai hari kelahiran dewa matahari.
Satu point kita dapatkan. Ternyata
di dunia ini ada kebiasaan dan budaya dari sebuah literatur merayakan tahun
baru. Dan itu bukan dari ajaran Islam, namun sudah jelas bagi kita tahun baru
meruapakan budaya dan syariat dari Hindu, Babilonia, Yunani dan Romawi.
Kalau begitu bagaimana Hukumnya?
Mari kita lihat keterangan Rasululloh
tentang hal ini :
وعن ابنِ عُمرَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُما قالَ: قالَ رسولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
((مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُو مِنْهُمْ)). أَخْرَجَهُ أبو داودَ، وصَحَّحَهُ ابنُ حِبَّانَ
.
DariIbnu ‘Umar RA dia berkata :
Telah bersabda Rasululloh Saw. Siapa
saja yang menyerupai (kebiasaan, kebudayaan, ibadah) Suatu kaum, maka dia
termasuk kaum tersbut. Dikeluarkan oleh Imam Abu Daud dan di Shohihkan oleh
Imam Ibnu Hiban.
Dari keterangan hadits di atas maka
kita bisa pahami dengan mudah bahwa haram merayakan kebiasaaan membudayakan
merayakan tahun baru. Karena sudah jelas Tahun baru budaya umat di luar Islam.
Jika umat Islam merayakannya maka akan bisa menyebabkan umat Islam itu
berpindah posisi menjadi umat mereka menurut Rasululloh.
Maka dengan alasan apapun tidak ada
istilah dalam memperingati Tahun Baru Hijriyah kita mengadakan acara. Entah
itu, dzikir, pengajian, perelombaan atau apapun itu. Tetap haram dalam
pandangan Islam. karena ada satu ilat (penyakit masalah) yaitu penyelenggaraan
tahun baru.
Sumber: catatansangzundi.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar