Hari
ini adalah hari pertama masuk tahun ajaran baru, setelah kemarin melewati
suasana ospek yang melelahkan dan menyebalkan itu akhirnya aku diterima juga
disalah satu SMA favorit yang kuimpikan selama ini dan harus mengucapkan
selamat tinggal pada seragam biru putihku. Jadi penasaran bagaimana teman-teman
baruku, guru- guru di sekolah ini dan masih banyak lagi pertanyaan yang memenuhi
pikiranku ini. Terbuai dalam lamunan ini tanpa sadar bel berbunyi pertanda jam
pelajaran pertamaku dimulai. Pelajaran hari ini dimulai dengan mata pelajaran
matematika yang sebenarnya aku sendiri tidak menyukainya. Tibalah saatnya guru
itu masuk ke dalam kelas dan membuka pelajaran pada pagi hari ini. ”Selamat
pagi anak- anak, karena hari ini hari pertama masuk sekolah jadi belum ada
pelajaran. Ibu hanya ingin menyampaikan tentang apa saja materi yang akan
dibahas pada semester ini dan ibu ingin mengenal lebih jauh tentang pribadi
kalian. Jadi, ibu minta nanti satu persatu kalian memperkenalkan diri di depan
kelas”. Katanya panjang lebar. Waktu terus berjalan dan tibalah saatnya dia
memperkenalkan diri, cowok yang tadi
berpapasan denganku di depan gerbang sekolah sesaat sebelum masuk. Namanya
adalah Adhian Yudhistira, siswa pindahan dari Bandung. “Nama yang indah,
seindah wajahnya. Ups, ngomong apa sih aku ini. Tapi kalau memang boleh jujur,
sejak pertama aku melihatnya ada sesuatu yang beda. Jangan bilang ini adalah “love at the first sight”. Bisa gawat
jadinya, pelajaran aja belum dapat tapi udah mikirin perasaan. Hehe.”
Hari
demi hari berganti tanpa terasa sudah satu bulan ini aku duduk di bangku SMA.
Dan semakin hari semakin aku memperhatikan seseorang yang selalu duduk di pojok
depan ruangan kelas ini. Hati ini selalu berkata ingin rasanya aku menyapa dan
mengenalnya lebih dekat, tapi sepertinya itu hanyalah sebuah mimpi yang mungkin
tidak dapat terwujud. Alasannya karena aku tahu saat ini dia sedang dekat
dengan Aneta Kusuma Putri cewek
populer, cantik bagaikan putri sesuai dengan namanya yang juga teman sekelasku.
“Din..
Dinda.. Adinda Pratiwi.. “ sapa Ruri setengah meneriakiku sehingga membuat
lamunanku buyar. “Apaan sih kamu,
teriak- teriak ga jelas berisik tau?” kataku setengah marah. “Ngelamunin apa
sih.. Dhian ya?”katanya. “Jangan sembarangan ngomong ntar temen- temen pada denger, dasar bawel”
gerutuku.”Eh iya aku lupa” jawab Ruri dengan nada tidak bersalahnya. “Yaudah,
daripada ngelamun ga jelas mending ke kantin yuk, aku yang traktir deh” tambahnya.
“Ok” jawabku singkat sambil meninggalkan kelas. Ruri adalah teman baikku. Dia
yang selama ini mendengarkan segala keluh kesah dan selalu memberikan saran
apabila aku sedang dihadapkan dalam suatu masalah. Tidak terkecuali, Ruripun
mengetahui tentang rasa kagumku pada Dhian sejak pertama kali bertemu.
Satu
minggu kemudian..
Bagaikan
tersambar petir di siang bolong, aku mendengar berita kalau Dhian dan Anet
jadian. Seketika itu juga rasanya langit ingin runtuh, awan tebalpun langsung
menyelimuti langit yang cerah. Hatiku tak seceria seperti biasanya dan tanpa
terasa air matapun menetes dipipi ini. Dan kini semakin aku menyadari bahwa
sebenarnya aku menyayangimu Adhian Yudhistira bukan hanya sekedar kagum. Ruri
yang berada disampingku mencoba menenangkanku dan meyakinkanku bahwa aku
bukanlah untuknya. Tapi apa yang dikatakan Ruri tidaklah semudah membalikkan
telapak tangan. Aku membutuhkan waktu untuk bisa menerima kenyataan ini.
Pagi
ini rasanya malas sekali beranjak bangun untuk pergi ke sekolah. Penyemangatku
yang slalu ku lihat dengan senyum manisnya sudah menjadi milik dan penyemangat
untuk orang lain. But life must go on,
aku harus percaya suatu saat nanti aku bisa melupakan ini semua dan memulai
hari yang baru dengan semangat baru. Huh!
Sesampainya
di kelas sebuah pemandangan yang benar- benar tidak ingin kulihat tapi terjadi.
Aku melihat Dhian dan Anet sedang ngobrol
dan duduk bersama dengan raut wajah yang sangat bahagia. Ingin rasanya aku
membalikkan tubuhku dan berlari pulang, tapi masih kuingat janjiku tadi pagi life must go on. Pada akhirnya kakiku
berjalan juga menuju bangkuku walaupun terasa sangat berat. Sambil duduk di
bangkuku, aku terus memandangi Dhian dan Anet sambil berkata dalam hati “
kenapa harus dia cewek beruntung yang bisa dapetin Dhian, kenapa bukan aku? Aku
berdoa dalam hati semoga hubungan mereka cepat berakhir. Mungkin aku terlalu
jahat dengan sumpah serapahku ini, mendoakan keburukan di atas kebahagiaan
orang lain. Tapi setidaknya bisa sedikit melegakan hati ini. Hari-hariku
berlalu diiringi pemandangan romantis yang selalu saja melintas dihadapanku. Ya
Tuhan ingin rasanya aku pindah dari sekolah ini”.
Satu
bulan, dua bulan dan bulan-bulan berikutnya berlalu tibalah saatnya kenaikan
kelas. “Hai Din?” sapa Dimas. “Hai juga” balasku. “Gimana ne sama nilai rapor
semester kamu, kira-kira naik kelas ga?”ejeknya. “Wah.. bener- bener ne, ya
naiklah. Aku kan pinter” jawabku asal. “Iya- iya percaya, eh taruan yuk ntar
kalo nilainya bagusan kamu, kamu aku traktir. Tapi kalo nilainya bagusan aku
ntar kamu yang traktir, berani ga?” tantang Dimas.”Siapa takut?” jawabku. Dimas
Anggara akrab disapa Dimas adalah teman baikku selain Ruri. Anaknya baik,
humoris, pintar lagi. Aku bersyukur disaat aku terpuruk ataupun dihadapkan
dalam suatu masalah masih ada teman- teman yang peduli sama aku. Meraka
bagaikan cahaya penerang yang dikirimkan Tuhan disaat aku tersesat dalam
kegelapan. Thank’s a lot guys.
Betapa
bahagianya aku hari ini, ternyata aku ikut peringkat 3 besar di kelas. Secara
tidak langsung aku bisa membuktikan bahwa urusan perasaan tidak berpengaruh terhadap
nilaiku dan pastinya siang ini aku dapat makan gartis. “Gimana Dim nilai kamu,
masih inget janjinya kan?” tanyaku. “Iya..iya ga lupa kok, ayo mau makan apa
ntar aku yang bayar” jawab Dimas setengah menggerutu. Belum sempat aku menjawab
pertanyaan Dimas, datanglah Ruri yang dengan semangatnya menjawab pertanyaan
Dimas.”Gimana kalo kita makan bakso idola di deket sekolah kita, enak lho?”
jawabnya dengan berapi- api. “Emang kita ngajakin kamu, aku cuma mau traktir
Dinda. Kamu ga ikut.” kata Dimas . “Yah masak aku ga diajakin sih?”jawab Ruri
dengan nada kecewa. Karena aku merasa kasihan dengan Ruri, akhirnya aku
memberanikan diri meminta Dimas untuk mengajak Ruri. “Ayolah Dim.. ajak Ruri
sekalian kasian kan? Dah semangat banget tuh?”. “Yaudah ayo berangkat. Kalo
bukan Dinda yang minta aku ga mau Ri” kata Dimas.
“Yang
ikhlas donk” tambahku. “Iya. Aku bercanda kok” jawab Dimas sambil tersenyum.
Akhirnya
kami bertiga makan bakso sampai kenyang dan akupun bisa melupakan semua
persoalan tentang Dhian dan Anet yang memang kalau di pikir- pikir tidak
penting. Hahaha...
Libur
panjang semester usai sudah. Liburan kali ini terasa biasa- biasa saja karena
waktu liburanku ku habiskan di rumah. Tapi walaupun begitu aku merasa mempunyai
sebuah semangat baru untuk kembali ke sekolah lagi karena sekarang aku sudah
kelas 2. Hari pertama masuk sekolah belum ada kelas, karena hari ini masih
disibukkan dengan berbenah kelas dan mengurusi administrasi entah itu jadwal
pelajaran, menyiapkan kelas dan lain-lain. Sebagian lagi teman- temanku
menghabiskan waktu pada hari pertama ini untuk menceritakan tentang liburan
semester kemarin. Ada yang pergi ke Bali, ke tempat saudara, pulang kampung dan
sebagainya. Selain itu ada berita heboh lain yang tidak kalah pentingnya untuk
dibicarakan. Dhian dan Anet putus. What?
“Aduh..
aduh gimana harus bersikap nih. Senang atau sedihkah?”. Aku bingung dengan
perasaanku sendiri. Satu sisi Anet adalah sahabatku tapi disisi lain Dhian
adalah cowok yang aku suka sejak dulu
dan kuharapkan kehadirannya. Entahlah..
Malam
ini terasa sangat dingin hingga menusuk tulang. Handphoneku berdering membuyarkan lamunanku. Ternyata ada satu
pesan masuk. Ya, pesan yang sangat singkat berisi ucapan selamat malam dari
Adhian. Entah sejak kapan kami mulai dekat. Tapi akhir- akhir ini kami saling
berkomunikasi dengan cara saling mengirim pesan ataupun telepon dan saling
mengingatkan satu sama lain. Walaupun hanya seperti itu aku merasa sangat
senang. Entah apakah yang dirasakan Dhian sama seperti yang aku rasakan atau
tidak. Ingin rasanya malam ini cepat berlalu dan berganti pagi hari. Aku sudah
tidak sabar menunggu hari esok untuk pergi ke sekolah bertemu dia dan senyum
manisnya.
Hangatnya
sinar mentari merasuk ke dalam tubuh ini, pagi ini aku bersemangat sekali untuk
berangkat ke sekolah. Sesampainya di sekolah aku selalu tak sabar menunggunya
berangkat. Tapi seperti biasa, seperti hari kemarin dan kemarinnya lagi setiap
aku bertemu dengannya selalu saja sikap dingin dan acuhnya yang kudapat. Setiap
kali kami bertemu tidak pernah sedikitpun saling menyapa apalagi sampai ngobrol, padahal saat kita saling
mengirim pesan aku merasa sangat dekat sekali dengannya. Tapi kenapa pada
kenyataannya seperti ini? Hampir aku tidak mempercayai jika yang sering mengirim
pesan, memperhatikan, mengingatkan dan peduli padaku itu adalah Adhian yang ada
dihadapanku saat ini, tapi dia adalah orang lain yang meminjam nama Adhian
untuk melakukan semua itu. Hingga pada suatu hari Sally teman Anet meminjam handphone Adhian atas suruhan Anet
pastinya, membuka dan membaca seluruh inbox
Adhian. Malu bukan main ternyata semua pesan yang ada di dalam inbox Dhian adalah pesanku yang tidak
dihapus olehnya. Benar saja, ini adalah awal bencana besar dalam hidupku. Anet
mengira antara aku dan Adhian ada hubungan spesial. Secara otomatis akupun
dimusuhi oleh Anet dan teman- temannya. Bukan hanya itu, aku juga dituduh
menjadi penyebab rusaknya hubungan mereka. Siapa yang tidak sakit hati
diperlakukan seperti itu padahal antara aku dan Adhian hanyalah sebatas teman,
tidak lebih. Dalam hati aku berkata” dasar cowok teledor, ga mikirin perasaan
orang lain. Mending kalo kita jadian sekalian ga masalah, deket aja cuma lewat
sms sampai ku digituin. Aku benci kamu Adhian Yudhistira”.
Sesampainya
di rumah langsung kuambil handphoneku.
Dengan kesal kuketik pesan untuk Dhian.
“Maaf sebelumnya dah ganggu waktu kamu, aku
cuma mau ngucapin makasih slama ne dah mau jadi sahabatku. Tapi sepertinya saat
ne lebih baik aku jauh dari kamu. Aku ga pengen ada orang lain yang salah paham
dengan persahabatan kita yang seperti ne. Sekali lagi makasih ya dah mau
dengerin n kasih saran ma aku selama ne. Ya walaupun cuma lewat sms, tpi itu
berarti buat aku”.
Pesan
itu adalah pesan terakhir yang kukirim untuk Adhian dan setelah itu kami tidak
pernah saling mengirim pesan satu sama lain lagi.
Rasanya
baru kemarin aku mengikuti ospek yang melelahkan itu. Tanpa terasa sekarang
tibalah saat yang sangat mendebarkan dalam hidupku yaitu pengumuman lulusan
ujian akhir. Aku, Ruri dan Dimas harap- harap cemas menantikan pengumuman ini
dan sambil berdoa dalam hati semoga kami semua lulus. Dan ternyata doa kami
dikabulkan. Dalam pengumannya kepala sekolah menyatakan bahwa kami satu
angkatan lulus semua. Seketika itu semua ekspresi kebahagiaan tumpah ruah
menjadi satu. Ada yang menangis terharu, melompat, bersujud dan berteriak.
Setelah itu semua siswa saling mencoret baju dengan cat dan spidol sebagai
kenang- kenangan. Ditengah keramaian ini, ada sosok yang aku cari. Adhian Yudhistira
dimana kamu? Aku hanya ingin mengucapkan selamat dan juga mengungkapkan isi
hatiku selama ini. Walaupun kamu tidak bisa menerimaku tapi setidaknya kamu
tahu apa yang aku rasakan selama ini. Semakin aku berusaha 10 kali untuk
membencimu tetapi 100 kali aku akan semakin menyayangimu. Tapi sudahlah,
mungkin aku orang yang tak pantas untuk orang sebaik kamu. Dan biarlah ku kubur
dalam- dalam perasaanku ini.
“Dinda...”
terdengar sayup- sayup suara memanggil di belakangku. Aku berharap Dhian yang
memanggilku, tapi setelah kubalikkan badanku ternyata Dimas yang kudapati. “Iya
Dim kenapa?” tanyaku. “Aku mau ngucapin selamat ya udah lulus. Sama mau ngomong
sesuatu boleh?”
“Boleh
ko, ngomong aja” jawabku lagi.
“Mmm..
Din kalo boleh jujur sebenernya aku udah suka and sayang sama kamu sejak dulu. Mungkin kamu ga sadar karena aku
tau kamu sukanya sama Adhian, tapi seenggaknya sekarang aku udah lega bisa
ungkapin semua rasa ini ke kamu. Dan kalo boleh aku meminta, ijinkan aku
menggantikan posisi Adhian di hati kamu. Kamu mau kan jadi pacar aku?”.
Aku
sangat terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Dimas. Tidak pernah menduga
sebelumya ternyata selama ini ada orang yang benar- benar sayang dan peduli
sama aku. Sambil terbata aku menjawab pertanyaan Dimas. “Mmm.. Maaf ya Dim aku
belum bisa jawab sekarang, kasih aku waktu ya?”.
“Iya
Din. Aku bakal nungguin kamu sampai kamu bisa ngasih jawaban ke aku” jawab
Dimas.
Seminggu
berlalu, setelah aku pikir-pikir tidak ada salahnya memberi kesempatan pada
orang yang benar- benar sayang sama kita. Akhirnya kami jadian dan melanjutkan
di sebuah universitas yang sama. Hari-hari kita lewati bersama dengan saling bertukar
pikiran, diskusi, memecahkan masalah dan lain-lain. Dari sinilah aku mulai bisa
menyayangi dan memahaminya. Namun, kenyataan hidup tak selalu sejalan dengan
harapan, karena suatu hal akhirnya aku dan Dimas berpisah juga. Sedih memang
tapi mau bagaimana lagi. Aku menikmati kesendirianku ini, hingga pada saat yang
tidak kuduga he comes back. Adhian
Yudhistira kembali dalam hidupku. Dia kembali mengisi hariku dengan perhatian
dan senyum manisnya. Adhian juga menceritakan alasan kenapa dulu dia bersikap acuh
kepadaku. Semua itu Dhian lakukan karena dia takut kalau terus mendekatiku, aku
akan semakin disakiti oleh Aneta dan teman- temannya hingga akhirnya ia
memutuskan untuk bersikap itu jika bertemu denganku. Alasan tersebut dapat ku
terima. Waktu demi waktu kami lalui dengan suasana penuh keceriaan. Betapa
bahagianya akhirnya dia menginginkan hal yang lebih dari sekedar sahabat. Ya. .
hal yang selama ini aku impikan. Dan tanpa aku berpikir lebih lama aku
menyetujuinya, aku dan Adhian jadian. “Semua akan indah pada waktunya” pepatah
itu memang benar adanya dan telah aku buktikan. Takkan pernah pengorbanan dan
penantian yang tulus itu tidak mendapatkan balasan yang indah..
The End
Tidak ada komentar:
Posting Komentar