Senin, 17 Desember 2012

SEMUA AKAN INDAH PADA WAKTUNYA



Karya: Peni Widi Hastuti

Hari ini adalah hari pertama masuk tahun ajaran baru, setelah kemarin melewati suasana ospek yang melelahkan dan menyebalkan itu akhirnya aku diterima juga disalah satu SMA favorit yang kuimpikan selama ini dan harus mengucapkan selamat tinggal pada seragam biru putihku. Jadi penasaran bagaimana teman-teman baruku, guru- guru di sekolah ini dan masih banyak lagi pertanyaan yang memenuhi pikiranku ini. Terbuai dalam lamunan ini tanpa sadar bel berbunyi pertanda jam pelajaran pertamaku dimulai. Pelajaran hari ini dimulai dengan mata pelajaran matematika yang sebenarnya aku sendiri tidak menyukainya. Tibalah saatnya guru itu masuk ke dalam kelas dan membuka pelajaran pada pagi hari ini. ”Selamat pagi anak- anak, karena hari ini hari pertama masuk sekolah jadi belum ada pelajaran. Ibu hanya ingin menyampaikan tentang apa saja materi yang akan dibahas pada semester ini dan ibu ingin mengenal lebih jauh tentang pribadi kalian. Jadi, ibu minta nanti satu persatu kalian memperkenalkan diri di depan kelas”. Katanya panjang lebar. Waktu terus berjalan dan tibalah saatnya dia memperkenalkan diri, cowok yang tadi berpapasan denganku di depan gerbang sekolah sesaat sebelum masuk. Namanya adalah Adhian Yudhistira, siswa pindahan dari Bandung. “Nama yang indah, seindah wajahnya. Ups, ngomong apa sih aku ini. Tapi kalau memang boleh jujur, sejak pertama aku melihatnya ada sesuatu yang beda. Jangan bilang ini adalah “love at the first sight”. Bisa gawat jadinya, pelajaran aja belum dapat tapi udah mikirin perasaan. Hehe.”

Hari demi hari berganti tanpa terasa sudah satu bulan ini aku duduk di bangku SMA. Dan semakin hari semakin aku memperhatikan seseorang yang selalu duduk di pojok depan ruangan kelas ini. Hati ini selalu berkata ingin rasanya aku menyapa dan mengenalnya lebih dekat, tapi sepertinya itu hanyalah sebuah mimpi yang mungkin tidak dapat terwujud. Alasannya karena aku tahu saat ini dia sedang dekat dengan Aneta Kusuma Putri cewek populer, cantik bagaikan putri sesuai dengan namanya yang  juga teman sekelasku.
“Din.. Dinda.. Adinda Pratiwi.. “ sapa Ruri setengah meneriakiku sehingga membuat lamunanku buyar.  “Apaan sih kamu, teriak- teriak ga jelas berisik tau?” kataku setengah marah. “Ngelamunin apa sih.. Dhian ya?”katanya. “Jangan sembarangan ngomong  ntar temen- temen pada denger, dasar bawel” gerutuku.”Eh iya aku lupa” jawab Ruri dengan nada tidak bersalahnya. “Yaudah, daripada ngelamun ga jelas mending ke kantin yuk, aku yang traktir deh” tambahnya. “Ok” jawabku singkat sambil meninggalkan kelas. Ruri adalah teman baikku. Dia yang selama ini mendengarkan segala keluh kesah dan selalu memberikan saran apabila aku sedang dihadapkan dalam suatu masalah. Tidak terkecuali, Ruripun mengetahui tentang rasa kagumku pada Dhian sejak pertama kali bertemu.
Satu minggu kemudian..      
Bagaikan tersambar petir di siang bolong, aku mendengar berita kalau Dhian dan Anet jadian. Seketika itu juga rasanya langit ingin runtuh, awan tebalpun langsung menyelimuti langit yang cerah. Hatiku tak seceria seperti biasanya dan tanpa terasa air matapun menetes dipipi ini. Dan kini semakin aku menyadari bahwa sebenarnya aku menyayangimu Adhian Yudhistira bukan hanya sekedar kagum. Ruri yang berada disampingku mencoba menenangkanku dan meyakinkanku bahwa aku bukanlah untuknya. Tapi apa yang dikatakan Ruri tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Aku membutuhkan waktu untuk bisa menerima kenyataan ini.
Pagi ini rasanya malas sekali beranjak bangun untuk pergi ke sekolah. Penyemangatku yang slalu ku lihat dengan senyum manisnya sudah menjadi milik dan penyemangat untuk orang lain. But life must go on, aku harus percaya suatu saat nanti aku bisa melupakan ini semua dan memulai hari yang baru dengan semangat baru. Huh!
Sesampainya di kelas sebuah pemandangan yang benar- benar tidak ingin kulihat tapi terjadi. Aku melihat Dhian dan Anet sedang ngobrol dan duduk bersama dengan raut wajah yang sangat bahagia. Ingin rasanya aku membalikkan tubuhku dan berlari pulang, tapi masih kuingat janjiku tadi pagi life must go on. Pada akhirnya kakiku berjalan juga menuju bangkuku walaupun terasa sangat berat. Sambil duduk di bangkuku, aku terus memandangi Dhian dan Anet sambil berkata dalam hati “ kenapa harus dia cewek beruntung yang bisa dapetin Dhian, kenapa bukan aku? Aku berdoa dalam hati semoga hubungan mereka cepat berakhir. Mungkin aku terlalu jahat dengan sumpah serapahku ini, mendoakan keburukan di atas kebahagiaan orang lain. Tapi setidaknya bisa sedikit melegakan hati ini. Hari-hariku berlalu diiringi pemandangan romantis yang selalu saja melintas dihadapanku. Ya Tuhan ingin rasanya aku pindah dari sekolah ini”.
Satu bulan, dua bulan dan bulan-bulan berikutnya berlalu tibalah saatnya kenaikan kelas. “Hai Din?” sapa Dimas. “Hai juga” balasku. “Gimana ne sama nilai rapor semester kamu, kira-kira naik kelas ga?”ejeknya. “Wah.. bener- bener ne, ya naiklah. Aku kan pinter” jawabku asal. “Iya- iya percaya, eh taruan yuk ntar kalo nilainya bagusan kamu, kamu aku traktir. Tapi kalo nilainya bagusan aku ntar kamu yang traktir, berani ga?” tantang Dimas.”Siapa takut?” jawabku. Dimas Anggara akrab disapa Dimas adalah teman baikku selain Ruri. Anaknya baik, humoris, pintar lagi. Aku bersyukur disaat aku terpuruk ataupun dihadapkan dalam suatu masalah masih ada teman- teman yang peduli sama aku. Meraka bagaikan cahaya penerang yang dikirimkan Tuhan disaat aku tersesat dalam kegelapan. Thank’s a lot guys.
Betapa bahagianya aku hari ini, ternyata aku ikut peringkat 3 besar di kelas. Secara tidak langsung aku bisa membuktikan bahwa urusan perasaan tidak berpengaruh terhadap nilaiku dan pastinya siang ini aku dapat makan gartis. “Gimana Dim nilai kamu, masih inget janjinya kan?” tanyaku. “Iya..iya ga lupa kok, ayo mau makan apa ntar aku yang bayar” jawab Dimas setengah menggerutu. Belum sempat aku menjawab pertanyaan Dimas, datanglah Ruri yang dengan semangatnya menjawab pertanyaan Dimas.”Gimana kalo kita makan bakso idola di deket sekolah kita, enak lho?” jawabnya dengan berapi- api. “Emang kita ngajakin kamu, aku cuma mau traktir Dinda. Kamu ga ikut.” kata Dimas . “Yah masak aku ga diajakin sih?”jawab Ruri dengan nada kecewa. Karena aku merasa kasihan dengan Ruri, akhirnya aku memberanikan diri meminta Dimas untuk mengajak Ruri. “Ayolah Dim.. ajak Ruri sekalian kasian kan? Dah semangat banget tuh?”. “Yaudah ayo berangkat. Kalo bukan Dinda yang minta aku ga mau Ri” kata Dimas.
“Yang ikhlas donk” tambahku. “Iya. Aku bercanda kok” jawab Dimas sambil tersenyum.
Akhirnya kami bertiga makan bakso sampai kenyang dan akupun bisa melupakan semua persoalan tentang Dhian dan Anet yang memang kalau di pikir- pikir tidak penting. Hahaha...
Libur panjang semester usai sudah. Liburan kali ini terasa biasa- biasa saja karena waktu liburanku ku habiskan di rumah. Tapi walaupun begitu aku merasa mempunyai sebuah semangat baru untuk kembali ke sekolah lagi karena sekarang aku sudah kelas 2. Hari pertama masuk sekolah belum ada kelas, karena hari ini masih disibukkan dengan berbenah kelas dan mengurusi administrasi entah itu jadwal pelajaran, menyiapkan kelas dan lain-lain. Sebagian lagi teman- temanku menghabiskan waktu pada hari pertama ini untuk menceritakan tentang liburan semester kemarin. Ada yang pergi ke Bali, ke tempat saudara, pulang kampung dan sebagainya. Selain itu ada berita heboh lain yang tidak kalah pentingnya untuk dibicarakan. Dhian dan Anet putus. What?
“Aduh.. aduh gimana harus bersikap nih. Senang atau sedihkah?”. Aku bingung dengan perasaanku sendiri. Satu sisi Anet adalah sahabatku tapi disisi lain Dhian adalah cowok yang aku suka sejak dulu dan kuharapkan kehadirannya. Entahlah..
Malam ini terasa sangat dingin hingga menusuk tulang. Handphoneku berdering membuyarkan lamunanku. Ternyata ada satu pesan masuk. Ya, pesan yang sangat singkat berisi ucapan selamat malam dari Adhian. Entah sejak kapan kami mulai dekat. Tapi akhir- akhir ini kami saling berkomunikasi dengan cara saling mengirim pesan ataupun telepon dan saling mengingatkan satu sama lain. Walaupun hanya seperti itu aku merasa sangat senang. Entah apakah yang dirasakan Dhian sama seperti yang aku rasakan atau tidak. Ingin rasanya malam ini cepat berlalu dan berganti pagi hari. Aku sudah tidak sabar menunggu hari esok untuk pergi ke sekolah bertemu dia dan senyum manisnya.
Hangatnya sinar mentari merasuk ke dalam tubuh ini, pagi ini aku bersemangat sekali untuk berangkat ke sekolah. Sesampainya di sekolah aku selalu tak sabar menunggunya berangkat. Tapi seperti biasa, seperti hari kemarin dan kemarinnya lagi setiap aku bertemu dengannya selalu saja sikap dingin dan acuhnya yang kudapat. Setiap kali kami bertemu tidak pernah sedikitpun saling menyapa apalagi sampai ngobrol, padahal saat kita saling mengirim pesan aku merasa sangat dekat sekali dengannya. Tapi kenapa pada kenyataannya seperti ini? Hampir aku tidak mempercayai jika yang sering mengirim pesan, memperhatikan, mengingatkan dan peduli padaku itu adalah Adhian yang ada dihadapanku saat ini, tapi dia adalah orang lain yang meminjam nama Adhian untuk melakukan semua itu. Hingga pada suatu hari Sally teman Anet meminjam handphone Adhian atas suruhan Anet pastinya, membuka dan membaca seluruh inbox Adhian. Malu bukan main ternyata semua pesan yang ada di dalam inbox Dhian adalah pesanku yang tidak dihapus olehnya. Benar saja, ini adalah awal bencana besar dalam hidupku. Anet mengira antara aku dan Adhian ada hubungan spesial. Secara otomatis akupun dimusuhi oleh Anet dan teman- temannya. Bukan hanya itu, aku juga dituduh menjadi penyebab rusaknya hubungan mereka. Siapa yang tidak sakit hati diperlakukan seperti itu padahal antara aku dan Adhian hanyalah sebatas teman, tidak lebih. Dalam hati aku berkata” dasar cowok teledor, ga mikirin perasaan orang lain. Mending kalo kita jadian sekalian ga masalah, deket aja cuma lewat sms sampai ku digituin. Aku benci kamu Adhian Yudhistira”.
Sesampainya di rumah langsung kuambil handphoneku. Dengan kesal kuketik pesan untuk Dhian.
“Maaf sebelumnya dah ganggu waktu kamu, aku cuma mau ngucapin makasih slama ne dah mau jadi sahabatku. Tapi sepertinya saat ne lebih baik aku jauh dari kamu. Aku ga pengen ada orang lain yang salah paham dengan persahabatan kita yang seperti ne. Sekali lagi makasih ya dah mau dengerin n kasih saran ma aku selama ne. Ya walaupun cuma lewat sms, tpi itu berarti buat aku”.
Pesan itu adalah pesan terakhir yang kukirim untuk Adhian dan setelah itu kami tidak pernah saling mengirim pesan satu sama lain lagi.
Rasanya baru kemarin aku mengikuti ospek yang melelahkan itu. Tanpa terasa sekarang tibalah saat yang sangat mendebarkan dalam hidupku yaitu pengumuman lulusan ujian akhir. Aku, Ruri dan Dimas harap- harap cemas menantikan pengumuman ini dan sambil berdoa dalam hati semoga kami semua lulus. Dan ternyata doa kami dikabulkan. Dalam pengumannya kepala sekolah menyatakan bahwa kami satu angkatan lulus semua. Seketika itu semua ekspresi kebahagiaan tumpah ruah menjadi satu. Ada yang menangis terharu, melompat, bersujud dan berteriak. Setelah itu semua siswa saling mencoret baju dengan cat dan spidol sebagai kenang- kenangan. Ditengah keramaian ini, ada sosok yang aku cari. Adhian Yudhistira dimana kamu? Aku hanya ingin mengucapkan selamat dan juga mengungkapkan isi hatiku selama ini. Walaupun kamu tidak bisa menerimaku tapi setidaknya kamu tahu apa yang aku rasakan selama ini. Semakin aku berusaha 10 kali untuk membencimu tetapi 100 kali aku akan semakin menyayangimu. Tapi sudahlah, mungkin aku orang yang tak pantas untuk orang sebaik kamu. Dan biarlah ku kubur dalam- dalam perasaanku ini.
“Dinda...” terdengar sayup- sayup suara memanggil di belakangku. Aku berharap Dhian yang memanggilku, tapi setelah kubalikkan badanku ternyata Dimas yang kudapati. “Iya Dim kenapa?” tanyaku. “Aku mau ngucapin selamat ya udah lulus. Sama mau ngomong sesuatu boleh?”
“Boleh ko, ngomong aja” jawabku lagi.
“Mmm.. Din kalo boleh jujur sebenernya aku udah suka and sayang sama kamu sejak dulu. Mungkin kamu ga sadar karena aku tau kamu sukanya sama Adhian, tapi seenggaknya sekarang aku udah lega bisa ungkapin semua rasa ini ke kamu. Dan kalo boleh aku meminta, ijinkan aku menggantikan posisi Adhian di hati kamu. Kamu mau kan jadi pacar aku?”.
Aku sangat terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Dimas. Tidak pernah menduga sebelumya ternyata selama ini ada orang yang benar- benar sayang dan peduli sama aku. Sambil terbata aku menjawab pertanyaan Dimas. “Mmm.. Maaf ya Dim aku belum bisa jawab sekarang, kasih aku waktu ya?”.
“Iya Din. Aku bakal nungguin kamu sampai kamu bisa ngasih jawaban ke aku” jawab Dimas.
Seminggu berlalu, setelah aku pikir-pikir tidak ada salahnya memberi kesempatan pada orang yang benar- benar sayang sama kita. Akhirnya kami jadian dan melanjutkan di sebuah universitas yang sama. Hari-hari kita lewati bersama dengan saling bertukar pikiran, diskusi, memecahkan masalah dan lain-lain. Dari sinilah aku mulai bisa menyayangi dan memahaminya. Namun, kenyataan hidup tak selalu sejalan dengan harapan, karena suatu hal akhirnya aku dan Dimas berpisah juga. Sedih memang tapi mau bagaimana lagi. Aku menikmati kesendirianku ini, hingga pada saat yang tidak kuduga he comes back. Adhian Yudhistira kembali dalam hidupku. Dia kembali mengisi hariku dengan perhatian dan senyum manisnya. Adhian juga menceritakan alasan kenapa dulu dia bersikap acuh kepadaku. Semua itu Dhian lakukan karena dia takut kalau terus mendekatiku, aku akan semakin disakiti oleh Aneta dan teman- temannya hingga akhirnya ia memutuskan untuk bersikap itu jika bertemu denganku. Alasan tersebut dapat ku terima. Waktu demi waktu kami lalui dengan suasana penuh keceriaan. Betapa bahagianya akhirnya dia menginginkan hal yang lebih dari sekedar sahabat. Ya. . hal yang selama ini aku impikan. Dan tanpa aku berpikir lebih lama aku menyetujuinya, aku dan Adhian jadian. “Semua akan indah pada waktunya” pepatah itu memang benar adanya dan telah aku buktikan. Takkan pernah pengorbanan dan penantian yang tulus itu tidak mendapatkan balasan yang indah..

The End

Tidak ada komentar:

Posting Komentar