Jumat, 11 Oktober 2013

TEORI BELAJAR DIENES

A.    Tinjauan Singkat Teori Belajar Dienes

Zoltan P. Dienes adalah seorang matematikawan yang memusatkan perhatiannya pada cara-cara pengajaran terhadap siswa-siswa. Dasar teorinya bertumpu pada Piaget, dan pengembangannya diorientasikan kepada siswa-siswa, sehingga sistem yang dikembangkannya itu menarik bagi siswa yang mempelajarinya.

 ZP. Dienes meyakini  bahwa dengan menggunakan berbagai sajian (representasi) tentang suatu konsep matematika, anak-anak akan dapat memahami secara penuh konsep tersebut jika dibandingkan dengan hanya menggunakan satu konsep sajian saja. Sebagai contoh, jika guru ingin mengajarkan konsep tentang persegi, maka guru disarankan untuk menyajikan beberapa gambar persegi dengan ukuran berlainan.
Dienes berpendapat bahwa pada dasarnya matematika dapat dianggap sebagai studi tentang struktur, memisahkan hubungan-hubungan di antara struktur-struktur dan mengkategorikan hubungan-hubungan di antara sruktur-struktur. Menurut Dienes(dalam Hudoyo, 1988:59-61), berpendapat bahwa setiap konsep atau prinsip matematika dapat dimengerti secara sempurna hanya jika pertama-tama disajikan kepada peserta didik dalam bentuk-bentuk konkret.
Yang dimaksud Dienes dengan konsep adalah stuktur matematika yang terdiri dari 3 macam konsep, yaitu konsep murni matematika (pare matematical concepts), konsep notasi (notation concepts). Konsep murni matematika adalah ide-ide matematika mengenai pengelompokan bilangan dan relasi antara bilangan-bilangan, misalnya enam, 8, XII adalah konsep bilangan genapyang disajikan dengan konsep yang berbeda. Konsep notasi matematika adalah sifat-sifat bilangan sebagai akibat langsung dari cara bilangan itu disajikan, misalnya 249 artinya 2 ratusan, ditambah 4 puluhan, ditambah 9 satuan adalah akibat dari notasi posisi yang menentukan besarnya bilangan. Konsep terapan matematika adalah penggunaan konsep murni dan konsep notasi matematika untuk memecahkan masalah. Misal panjang, luas, dan isi adalah konsep terapan matematika yang diajarkan setelah siswa mempelajari konsep murni dan konsep notasi (Drs.Karso.M.Pd.dkk. 1998: 1.15).
Dienes juga percaya bahwa semua abstraksi yang berdasarkan pada situasi dan pengamatan konkret, prinsip penjelmaan bentuk (multiple embodiment principle) adalah suatu prinsip yang bila diterapkan oleh guru untuk setiap konsep yang diajarkan akan menyempurnakan penghayatan siswa terhadap konsep itu. Ada beberapa alasan mengapa untuk memahami suatu amanat perlu diberikan beranekaragam materi konkret sebagai model (representatif) konkret dari konsep itu.
  1. Dengan melihat berbagai contoh siswa akan memperoleh penghayatan lebih benar. Misalnya anak-anak lebih memahami arti burung bila disajikan berbagai macam burung. Anak-anak akan bertanya-tanya apakah kasuari itu burung? Apabila sehari-hari ia hanya mengenal burung perkutut yang ada di rumahnya, tentu pertanyaan tersebut akan muncul. Begitu pula ia akan lebih baik memahami konsep segitiga bila representatif segitiga itu ditunjukkan dengan gambar segitiga bidangyang mencakup beranekaragam jenis segitiga (segitiga lancip, tumpul, siku-siku, sama kaki, sama sisi, dan sembarang) tidak hanya satu macam saja.
  2. Dengan banyaknya contoh ia akan lebih banyak menerapkan konsep itu kedalam situasi yang lain. Misalnya anak yang dalam belajar menentukkan luas suatu bidang akan dapat menerapkan konsep tersebut untuk mencari luas suatu lapangan.
Menurut Dienes, permainan matematika sangat penting sebab operasi matematika dalam permainan tersebut menunjukkan aturan secara konkret dan lebih membimbing dan lebih menajamkan pengertian matematika pada anak didik. Dapat dikatakan bahwa objek-objek konkret dalam bentuk permainan mempunyai peranan sangat penting dalam pembelajaran matematika jika dimanipulasi dengan baik. Menurut Dienes (dalam Ruseffendi, 1992:125-127), konsep-konsep matematika akan berhasil jika dipelajari dalam tahap-tahap tertentu, Dienes membagi tahap-tahap belajar menjadi beberapa tahapan, yaitu:
a.    Permainan Bebas (Free Play)
Dalam setiap belajar, tahap yang paling awal dari pengembangan konsep berawal dari permainan bebas. Permainan bebas merupakan tahap belajar konsep yang aktifitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan yang memungkinkan peserta didik mengadakan eksperimen dan memanipulasi benda-benda konkret maupun abstrak dari unsur-unsur konsep yang dipelajari itu. Tahap ini merupakan tahap yang penting sebab pengalaman yang pertama bagi peserta didik dalam berhadapan dengan konsep baru melalui interaksi dengan lingkungan yang mengandung representatif konkret dari konsep itu. Anak didik diberi kebebasan untuk mengatur benda. Selama permainan pengetahuan anak muncul. Dalam tahap ini anak mulai membentuk struktur mental dan struktur sikap dalam mempersiapkan diri untuk memahami konsep yang sedang dipelajari. Misalnya dengan diberi permainan block logic, anak didik mulai mempelajari konsep-konsep abstrak tentang warna, tebal tipisnya benda yang merupakan ciri/sifat dari benda yang dimanipulasi.
b.    Permainan yang Menggunakan Aturan (Games)
Tahap ini merupakan tahap belajar konsep setelah didalam periode tertentu permainan bebas terlaksana. Dalam permainan yang disertai aturan, siswa sudah mulai meneliti pola-pola keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu. Anak didik mulai memperhatikan aturan-aturan tertentu yang terdapat dalam konsep (peristiwa-peristiwa) yang ada kalanya aturan-aturan itu berlaku untuk suatu konsep, namun tidak berlaku untuk konsep lain. Anak yang telah memahami aturan-aturan tadi. Jelaslah, dengan melalui permainan siswa diajak untuk mulai mengenal dan memikirkan bagaimana struktur matematika itu. Makin banyak bentuk-bentuk berlainan yang diberikan dalam konsep tertentu, akan semakin jelas konsep yang dipahami siswa, karena akan memperoleh hal-hal yang bersifat logis dan matematis dalam konsep yang dipelajari itu.Setelah anak didik itu mendapatkan aturan-aturan yang ditentukkan dalam konsep itu, anak didik siap untuk memainkan permainan itu. Mereka juga mengubah aturan-aturan yang dibuat pengajar dan membuat permainan sendiri. Dengan bermain anak didik mulai menganalisis struktur matematika. Menurut Dienes, untuk membuat konsep abstrak, anak didik memerlukan suatu kegiatan untuk mengumpulkan bermacam-macam pengalaman, dan kegiatan untuk yang tidak relevan dengan pengalaman itu dan kegiatan untuk yang tidak relevan dengan pengalaman itu. bangun yang tipis (tebal), atau tidak merah (biru, hijau, kuning). Contoh dengan permainan block logic, anak diberi kegiatan untuk membentuk kelompok bangun yang tipis, atau yang berwarna merah, kemudian membentuk kelompok benda berbentuk segitiga, atau yang tebal, dan sebagainya. Dalam membentuk kelompok bangun yang tipis, atau yang merah, timbul pengalaman terhadap konsep tipis dan merah, serta timbul penolakan terhadap
c.    Permainan Kesamaan Sifat (Searching for communalities)
Tahap ini berlangsung setelah memainkan permainan yang disertai aturan yang telah disebutkan tadi. Dalam melaksanakan permainan tahap kedua tadi (permainan yang menggunakan aturan), mungkin anak didik belum menemukan struktur yang menunjukkan sifat-sifat kesamaan yang terdapat didalam permainan-permainan yang dimainkan itu. Dalam mencari kesamaan sifat siswa mulai diarahkan dalam kegiatan menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Untuk melatih dalam mencari kesamaan sifat-sifat ini, guru perlu mengarahkan mereka dengan menstraslasikan kesamaan struktur dari bentuk permainan lain. Translasi ini tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak yang ada dalam permainan semula. Contoh kegiatan yang diberikan dengan permainan block logic, anak dihadapkan pada kelompok persegi dan persegi panjang yang tebal, anak diminta  mengidentifikasi sifat-sifat yang sama dari benda-benda dalam kelompok tersebut (anggota kelompok).
d.   Permainan Representasi (Representation)
Representasi adalah tahap pengambilan sifat dari beberapa situasi yang sejenis. Para siswa menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu. Setelah mereka berhasil menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat dalam situasi-situasi yang dihadapinya itu. Representasi yang diperoleh ini bersifat abstrak, dengan demikian telah mengarah pada pengertian struktur matematika yang sifatnya abstrak yang terdapat dalam konsep yang sedang dipelajari. Contoh kegiatan anak untuk menemukan banyaknya diagonal poligon (misal segi dua puluh tiga) dengan pendekatan induktif seperti berikut ini.
Segitiga 0 diagonal 2 Segiempat Segilima Segienam Segiduapuluhtiga
diagonal 5 diagonal ….. diagonal ……. diagonal               
e.    Permainan dengan simbolisasi (symboloization)
Simbolisasi termasuk tahap belajar konsep yang membutuhkan kemampuan merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan simbol matematika atau melalui perumusan verbal. Kalau perlu, pengajar dapat mengarahkan anak didiknya dalam memilih simbol yang cocok. Misalnya dari suatu permainan dapat dinyatakan (secara verbal) bahwa hasil kali dua bilangan negatif adalah bilangan positif. Sebagai contoh, dari kegiatan mencari banyaknya diagonal dengan pendekatan induktif tersebut, kegiatan berikutnya menentukan rumus banyaknya diagonal suatu poligon yang digeneralisasikan dari pola yang didapat anak.
f.     Formalisasi (Formalization)
Formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahap ini siswa-siswa dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru konsep tersebut, sebagai contoh siswa yang telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan teorema dalam arti membuktikan teorema tersebut. sebagai contoh siswa yang telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan teorema dalam arti membuktikan teorema tersebut. Contohnya, anak didik telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan suatu teorema berdasarkan aksioma, dalam arti membuktikan teorema tersebut.
Pada tahap formalisasi anak tidak hanya mampu merumuskan teorema serta membuktikannya secara deduktif, tetapi mereka sudah mempunyai pengetahuan tentang sistem yang berlaku dari pemahaman konsep-konsep yang terlibat satu sama lainnya. Misalnya bilangan bulat dengan operasi penjumlahan beserta sifat-sifat tertutup, komutatif, asosiatif, adanya elemen identitas, dan mempunyai elemen invers, membentuk sebuah sistem matematika.
Dienes (dalam Resnick, 1981: 120) menyatakan bahwa proses pemahaman (abstraction) berlangsung selama belajar. Untuk pengajaran konsep matematika yang lebih sulit perlu dikembangkan materi matematika secara konkret agar konsep matematika dapat dipahami dengan tepat. Dienes berpendapat bahwa materi harus dinyatakan dalam berbagai penyajian (multiple embodiment), sehingga anak-anak dapat bermain dengan bermacam-macam material yang dapat mengembangkan minat anak didik. Berbagai macam penyajian materi (multiple embodiment) dapat mempermudah proses pengklasifikasian abstraksi konsep.
Menurut Dienes, variasi sajian hendaknya tampak berbeda antara satu dan lainnya sesuai dengan prinsip variabilitas perseptual (perseptual variability), sehingga anak didik dapat melihat struktur dari bebagai pandangan yang berbeda-beda dan memperkaya imajinasinya terhadap setiap konsep matematika yang disajikan. Dengan demikian, semakin banyak bentuk-bentuk berlainan yang diberikan dalam konsep tertentu, semakin jelas bagi anak dalam memahami konsep tersebut.
Berhubungan dengan tahap belajar, suatu anak didik dihadapkan pada permainan yang terkontrol dengan berbagai sajian. Kegiatan ini menggunakan kesempatan untuk membantu anak didik menemukan cara-cara dan juga untuk mendiskusikan temuan-temuannya. Langkah selanjutnya, menurut Dienes, adalah memotivasi anak didik untuk mengabstraksikan pelajaran tanda material kongkret dengan gambar yang sederhana, grafik, peta dan akhirnya memadukan simbolo-simbol dengan konsep tersebut. Langkah-langkah ini merupakan suatu cara untuk memberi kesempatan kepada anak didik ikut berpartisipasi dalam proses penemuan dan formalisasi melalui percobaan matematika. Proses pembelajaran ini juga lebih melibatkan anak didik pada kegiatan belajar secara aktif dari pada hanya sekedar menghafal. Pentingnya simbolisasi adalah untuk meningkatkan kegiatan matematika ke satu bidang baru.
Menurut Dienes, memotivasi anak didik untuk mengabstraksikan pelajaran tanda material konkret dengan gambar yang sederhana, grafik, peta dan akhirnya memadukan simbol-simbol dengan konsep tersebut. Langkah-langkah ini merupakan suatu cara untuk memberi kesempatan kepada anak didik ikut berpartisipasi dalam proses penemuan dan formalisasi melalui percobaan matematika. Anak didik pada masa ini bermain dengan simbol dan aturan dengan bentuk-bentuk konkret dan mereka memanipulasi untuk mengatur serta mengelompokkan aturan-aturan. Masa ini anak didik menggunakan simbol-simbol sebagai objek manipulasi dan mengarah kepada struktur pemikiran-pemikiran matematika yang lebih tinggi.
Anak harus mampu mengubah fase manipulasi konkret, agar pada suatu waktu simbol tetap terkait dengan pengalaman konkretnya. Dari sudut pandang tahap belajar, peranan guru adalah untuk mengatur belajar anak didik dalam memahami bentuk aturan-aturan susunan benda walaupun dalam skala kecil. Anak didik pada masa ini bermain dengan simbol dan aturan dengan bentuk-bentuk kongkret dan mereka memanipulasi untuk mengatur serta mengelompokkan aturan-aturan Anak harus mampu mengubah fase manipulasi kongkret, agar pada suatu waktu simbol tetap terkait dengan pengalaman kongkretnya.

B.     Penerapan Teori Belajar Dienes
1.    Perkembangan Intelektual Anak dalam Belajar
Menurut Ruseffendi (1992), agar anak dapat mengerti matematika yang dipelajarinya, maka dia harus sudah siap menerima materi tersebut, artinya anak sudah mempunyai hukum kekekalan dari jenjang materi matematika yang dipelajari. Menurut Piaget (dalam Ruseffendi;1992), ada enam tahap dalam perkembangan belajar anak yang disebut hukum kekekalan, yaitu:
a.    Hukum Kekekalan Bilangan (6-7 tahun)
            Anak yang telah memahami hukum kekekalan bilangan akan mengerti bahwa banyaknya suatu benda-benda akan tetap meskipun letaknya berbeda-beda atau diubah letaknya. Anak yang memahami hukum kekekalan bilangan sudah siap menerima pelajaran konsep bilangan dan operasinya. Sebaliknya anak yang belum memahami, baginya belum waktunya mendapatkan pelajaran operasi penjumlahan dan operasi hitung lainnya.
b.    Hukum Kekekalan Materi (7-8 tahun)
Anak yang sudah memhami hukum kekekalan materi atau zat akan mengatakan bahwa materi akan tetap sama banyaknya meskipun diubah bentuknya atau dipindah tempatnya. Sebaliknya anak yang belum memahami hukum kekekalan materi akan mengatakan materi akan berubah jika tempatnya diubah  atau dipindah.
c.    Hukum Kekekalan Panjang (8-9 tahun)
Anak yang sudah memhami hukum kekekalan panjang akan mengatakan bahwa panjang tali akan tetap meskipun tali itu dilengkungkan. Sedangkan anak yang belum memahami, akan mengataka dua utas tali yang tadinya sama panjang ketika direntangkan, menjadi tidak sama panjang bila yang satunya dilengkungkan edangkan yang satunya tidak. Anak yang belum memahami akan mengalami kesulitan dalam mempelajari konsep pengukuran.
d.   Hukum Kekekalan Luas (8-9 tahun)
Hukum kekekalan luas biasanya dipahami anak bersamaan dengan hukum kekekalan panjang. Anak yang sudah memhami hukum kekekalan luas memahami bahwa luas daerah yang ditutupi suatu benda akan tetap sama meskipun letak bendanya diubah. Anak yang belum memahami hokum kekekalan luas akan kesulitan belajar luasan suatu daerah.
e.    Hukum Kekekalan Berat (9-10 tahun)
Hukum kekekalan berat menyatakan bahwa berat suatu benda akan tetap meskipun bentuk, tempat, dan atau penimbangan benda tersebut berbeda.
f.     Hukum Kekekalan Isi (14-15 tahun)
Hukum kekekalan isi menyatakan bahwa jika pada sebuah bejana yang penuh dengan air dimasukkan suatu benda, maka air yang ditumpahkan dari bejana sama dengan isi benda yang dimasukannya.

2.    Permainan Interaktif untuk Belajar Matematika
Bagi anak, bermain merupakan kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan. Jika permainan diterapkan dalam pembelajaran matematka, maka pembelajaran akan menyenangkan bagi anak.
       Permainan interaktif merupakan permainan yang dikemas dalam pembelajaran, sehingga anak didik menjadi aktif dan senang dalam belajar. Oleh karena itu, jika guru dapat mengemas permainan sebagai media maupun pendekatan dalam pembelajaran matematika bagi anak, maka anak akan senang belajar matematika sehingga pembelajaran menjadi optimal.

C.    Kelebihan Dan Kekurangan Teori Belajar Dienes
1.    Kelebihan teori belajar Dienes
a.    Dengan menggunakan benda-benda konkret, siswa dapat lebih memahami konsep dengan benar.
b.    Susunan belajar akan lebih hidup, menyenangkan, dan tidak membosankan.
c.    Dominasi guru berkurang dan siswa lebih aktif.
d.   Konsep yang lebih dipahami dapat lebih mengakar karena siswa membuktikannya sendiri.
e.    Dengan banyaknya contoh yang dilakukan melalui permainan, siswa dapat menerapkan kedalam situasi yang lain.
2.    Kelemahan teori belajar Dienes
a.    Tidak semua materi dapat menggunakan teori belajar Dienes, karena teori ini lebih mengarah kepermainan.
b.    Tidak semua siswa memiliki kemampuan yang sama.
c.    Bila pengajar tidak memiliki kemampuan mengarahkan siswa maka siswa cenderung hanya bermain tanpa berusaha memahami konsep.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar