Zoltan
P. Dienes adalah seorang matematikawan yang memusatkan perhatiannya pada
cara-cara pengajaran terhadap siswa-siswa. Dasar teorinya bertumpu pada Piaget,
dan pengembangannya diorientasikan kepada siswa-siswa, sehingga sistem yang dikembangkannya itu menarik bagi siswa yang
mempelajarinya.
ZP. Dienes meyakini bahwa dengan menggunakan berbagai sajian
(representasi) tentang suatu konsep matematika, anak-anak akan dapat memahami
secara penuh konsep tersebut jika dibandingkan dengan hanya menggunakan satu
konsep sajian saja. Sebagai contoh, jika guru ingin mengajarkan konsep tentang
persegi, maka guru disarankan untuk menyajikan beberapa gambar persegi dengan
ukuran berlainan.
Dienes berpendapat bahwa pada dasarnya matematika
dapat dianggap sebagai studi tentang struktur, memisahkan hubungan-hubungan di
antara struktur-struktur dan mengkategorikan hubungan-hubungan di antara
sruktur-struktur. Menurut Dienes(dalam
Hudoyo, 1988:59-61), berpendapat bahwa setiap konsep atau prinsip matematika
dapat dimengerti secara sempurna hanya jika pertama-tama disajikan kepada
peserta didik dalam bentuk-bentuk konkret.
Yang dimaksud Dienes dengan konsep adalah stuktur
matematika yang terdiri dari 3 macam konsep, yaitu konsep murni matematika
(pare matematical concepts), konsep notasi (notation concepts). Konsep murni matematika adalah ide-ide
matematika mengenai pengelompokan bilangan dan relasi antara bilangan-bilangan,
misalnya enam, 8, XII adalah konsep bilangan genapyang disajikan dengan konsep
yang berbeda. Konsep notasi matematika adalah sifat-sifat bilangan sebagai
akibat langsung dari cara bilangan itu disajikan, misalnya 249 artinya 2
ratusan, ditambah 4 puluhan, ditambah 9 satuan adalah akibat dari notasi posisi
yang menentukan besarnya bilangan. Konsep terapan matematika adalah penggunaan
konsep murni dan konsep notasi matematika untuk memecahkan masalah. Misal
panjang, luas, dan isi adalah konsep terapan matematika yang diajarkan setelah
siswa mempelajari konsep murni dan konsep notasi (Drs.Karso.M.Pd.dkk. 1998:
1.15).
Dienes juga percaya bahwa semua abstraksi yang
berdasarkan pada situasi dan pengamatan konkret, prinsip penjelmaan bentuk
(multiple embodiment principle) adalah suatu prinsip yang bila diterapkan oleh
guru untuk setiap konsep yang diajarkan akan menyempurnakan penghayatan siswa
terhadap konsep itu. Ada beberapa alasan mengapa untuk memahami suatu amanat
perlu diberikan beranekaragam materi konkret sebagai model (representatif)
konkret dari konsep itu.
- Dengan melihat berbagai contoh siswa akan memperoleh penghayatan lebih benar. Misalnya anak-anak lebih memahami arti burung bila disajikan berbagai macam burung. Anak-anak akan bertanya-tanya apakah kasuari itu burung? Apabila sehari-hari ia hanya mengenal burung perkutut yang ada di rumahnya, tentu pertanyaan tersebut akan muncul. Begitu pula ia akan lebih baik memahami konsep segitiga bila representatif segitiga itu ditunjukkan dengan gambar segitiga bidangyang mencakup beranekaragam jenis segitiga (segitiga lancip, tumpul, siku-siku, sama kaki, sama sisi, dan sembarang) tidak hanya satu macam saja.
- Dengan banyaknya contoh ia akan lebih banyak menerapkan konsep itu kedalam situasi yang lain. Misalnya anak yang dalam belajar menentukkan luas suatu bidang akan dapat menerapkan konsep tersebut untuk mencari luas suatu lapangan.
Menurut Dienes, permainan matematika sangat penting
sebab operasi matematika dalam permainan tersebut menunjukkan aturan secara
konkret dan lebih membimbing dan lebih menajamkan pengertian matematika pada
anak didik. Dapat dikatakan bahwa objek-objek konkret dalam bentuk permainan
mempunyai peranan sangat penting dalam pembelajaran matematika jika
dimanipulasi dengan baik. Menurut Dienes (dalam Ruseffendi, 1992:125-127),
konsep-konsep matematika akan berhasil jika dipelajari dalam tahap-tahap
tertentu, Dienes membagi tahap-tahap belajar menjadi beberapa tahapan, yaitu:
a.
Permainan Bebas (Free Play)
Dalam setiap belajar, tahap yang paling awal dari
pengembangan konsep berawal dari permainan bebas. Permainan bebas merupakan
tahap belajar konsep yang aktifitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan
yang memungkinkan peserta didik mengadakan eksperimen dan memanipulasi
benda-benda konkret maupun abstrak dari unsur-unsur konsep yang dipelajari itu.
Tahap ini merupakan tahap yang penting sebab pengalaman yang pertama bagi
peserta didik dalam berhadapan dengan konsep baru melalui interaksi dengan
lingkungan yang mengandung representatif konkret dari konsep itu. Anak didik
diberi kebebasan untuk mengatur benda. Selama permainan pengetahuan anak
muncul. Dalam tahap ini anak mulai membentuk struktur mental dan struktur sikap
dalam mempersiapkan diri untuk memahami konsep yang sedang dipelajari. Misalnya
dengan diberi permainan block logic, anak didik mulai mempelajari
konsep-konsep abstrak tentang warna, tebal tipisnya benda yang merupakan
ciri/sifat dari benda yang dimanipulasi.
b.
Permainan yang Menggunakan Aturan (Games)
Tahap ini merupakan tahap belajar konsep setelah
didalam periode tertentu permainan bebas terlaksana. Dalam permainan yang
disertai aturan, siswa sudah mulai meneliti pola-pola keteraturan yang terdapat
dalam konsep tertentu. Anak didik mulai memperhatikan aturan-aturan tertentu
yang terdapat dalam konsep (peristiwa-peristiwa) yang ada kalanya aturan-aturan
itu berlaku untuk suatu konsep, namun tidak berlaku untuk konsep lain. Anak
yang telah memahami aturan-aturan tadi. Jelaslah, dengan melalui permainan
siswa diajak untuk mulai mengenal dan memikirkan bagaimana struktur matematika
itu. Makin banyak bentuk-bentuk berlainan yang diberikan dalam konsep tertentu,
akan semakin jelas konsep yang dipahami siswa, karena akan memperoleh hal-hal
yang bersifat logis dan matematis dalam konsep yang dipelajari itu.Setelah anak
didik itu mendapatkan aturan-aturan yang ditentukkan dalam konsep itu, anak
didik siap untuk memainkan permainan itu. Mereka juga mengubah aturan-aturan
yang dibuat pengajar dan membuat permainan sendiri. Dengan bermain anak didik
mulai menganalisis struktur matematika. Menurut Dienes, untuk membuat konsep
abstrak, anak didik memerlukan suatu kegiatan untuk mengumpulkan bermacam-macam
pengalaman, dan kegiatan untuk yang tidak relevan dengan pengalaman itu dan
kegiatan untuk yang tidak relevan dengan pengalaman itu. bangun yang tipis
(tebal), atau tidak merah (biru, hijau, kuning). Contoh dengan permainan block
logic, anak diberi kegiatan untuk membentuk kelompok bangun yang tipis,
atau yang berwarna merah, kemudian membentuk kelompok benda berbentuk segitiga,
atau yang tebal, dan sebagainya. Dalam membentuk kelompok bangun yang tipis,
atau yang merah, timbul pengalaman terhadap konsep tipis dan merah, serta
timbul penolakan terhadap
c.
Permainan Kesamaan Sifat (Searching for communalities)
Tahap ini
berlangsung setelah memainkan permainan yang disertai aturan yang telah
disebutkan tadi. Dalam melaksanakan permainan tahap kedua tadi (permainan yang
menggunakan aturan), mungkin anak didik belum menemukan struktur yang
menunjukkan sifat-sifat kesamaan yang terdapat didalam permainan-permainan yang
dimainkan itu. Dalam mencari kesamaan sifat siswa mulai diarahkan dalam
kegiatan menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti.
Untuk melatih dalam mencari kesamaan sifat-sifat ini, guru perlu mengarahkan
mereka dengan menstraslasikan kesamaan struktur dari bentuk permainan lain.
Translasi ini tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak yang ada dalam
permainan semula. Contoh kegiatan yang diberikan dengan permainan block logic,
anak dihadapkan pada kelompok persegi dan persegi panjang yang tebal, anak
diminta mengidentifikasi sifat-sifat yang sama dari benda-benda dalam
kelompok tersebut (anggota kelompok).
d.
Permainan Representasi (Representation)
Representasi adalah tahap
pengambilan sifat dari beberapa situasi yang sejenis. Para siswa menentukan
representasi dari konsep-konsep tertentu. Setelah mereka berhasil menyimpulkan
kesamaan sifat yang terdapat dalam situasi-situasi yang dihadapinya itu.
Representasi yang diperoleh ini bersifat abstrak, dengan demikian telah
mengarah pada pengertian struktur matematika yang sifatnya abstrak yang terdapat
dalam konsep yang sedang dipelajari. Contoh kegiatan anak untuk menemukan
banyaknya diagonal poligon (misal segi dua puluh tiga) dengan pendekatan
induktif seperti berikut ini.
Segitiga 0 diagonal 2 Segiempat Segilima Segienam Segiduapuluhtiga
diagonal 5 diagonal ….. diagonal ……. diagonal
e.
Permainan dengan simbolisasi (symboloization)
Simbolisasi termasuk tahap
belajar konsep yang membutuhkan kemampuan merumuskan representasi dari setiap
konsep-konsep dengan menggunakan simbol matematika atau melalui perumusan
verbal. Kalau perlu, pengajar dapat mengarahkan anak didiknya dalam memilih
simbol yang cocok. Misalnya dari suatu permainan dapat dinyatakan (secara
verbal) bahwa hasil kali dua bilangan negatif adalah bilangan positif. Sebagai
contoh, dari kegiatan mencari banyaknya diagonal dengan pendekatan induktif
tersebut, kegiatan berikutnya menentukan rumus banyaknya diagonal suatu poligon
yang digeneralisasikan dari pola yang didapat anak.
f.
Formalisasi (Formalization)
Formalisasi merupakan
tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahap ini siswa-siswa dituntut untuk
mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru konsep
tersebut, sebagai contoh siswa yang telah mengenal dasar-dasar dalam struktur
matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan teorema dalam arti
membuktikan teorema tersebut. sebagai contoh siswa yang telah mengenal
dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan
teorema dalam arti membuktikan teorema tersebut. Contohnya, anak didik telah
mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu
merumuskan suatu teorema berdasarkan aksioma, dalam arti membuktikan teorema
tersebut.
Pada
tahap formalisasi anak tidak hanya mampu merumuskan teorema serta
membuktikannya secara deduktif, tetapi mereka sudah mempunyai pengetahuan
tentang sistem yang berlaku dari pemahaman konsep-konsep yang terlibat satu
sama lainnya. Misalnya bilangan bulat dengan operasi penjumlahan beserta sifat-sifat tertutup, komutatif,
asosiatif, adanya elemen identitas, dan mempunyai elemen invers, membentuk
sebuah sistem matematika.
Dienes (dalam Resnick, 1981: 120) menyatakan bahwa
proses pemahaman (abstraction)
berlangsung selama belajar. Untuk pengajaran konsep matematika yang lebih sulit
perlu dikembangkan materi matematika secara konkret agar konsep matematika
dapat dipahami dengan tepat. Dienes berpendapat bahwa materi harus dinyatakan
dalam berbagai penyajian (multiple embodiment), sehingga
anak-anak dapat bermain dengan bermacam-macam material yang dapat mengembangkan
minat anak didik. Berbagai macam penyajian materi (multiple embodiment)
dapat mempermudah proses pengklasifikasian abstraksi konsep.
Menurut Dienes, variasi sajian hendaknya tampak
berbeda antara satu dan lainnya sesuai dengan prinsip variabilitas perseptual (perseptual
variability), sehingga anak didik dapat melihat struktur dari bebagai
pandangan yang berbeda-beda dan memperkaya imajinasinya terhadap setiap konsep
matematika yang disajikan. Dengan demikian, semakin banyak bentuk-bentuk
berlainan yang diberikan dalam konsep tertentu, semakin jelas bagi anak dalam
memahami konsep tersebut.
Berhubungan dengan tahap belajar, suatu anak didik
dihadapkan pada permainan yang terkontrol dengan berbagai sajian. Kegiatan ini
menggunakan kesempatan untuk membantu anak didik menemukan cara-cara dan juga
untuk mendiskusikan temuan-temuannya. Langkah selanjutnya, menurut Dienes,
adalah memotivasi anak didik untuk mengabstraksikan pelajaran tanda material
kongkret dengan gambar yang sederhana, grafik, peta dan akhirnya memadukan
simbolo-simbol dengan konsep
tersebut. Langkah-langkah ini merupakan suatu cara untuk memberi kesempatan
kepada anak didik ikut berpartisipasi dalam proses penemuan dan formalisasi
melalui percobaan matematika. Proses pembelajaran ini juga lebih melibatkan
anak didik pada kegiatan belajar secara aktif dari pada hanya sekedar menghafal. Pentingnya simbolisasi adalah untuk
meningkatkan kegiatan matematika ke satu bidang baru.
Menurut Dienes, memotivasi anak didik untuk mengabstraksikan
pelajaran tanda material konkret dengan gambar yang sederhana, grafik, peta dan
akhirnya memadukan simbol-simbol dengan konsep tersebut. Langkah-langkah ini
merupakan suatu cara untuk memberi kesempatan kepada anak didik ikut
berpartisipasi dalam proses penemuan dan formalisasi melalui percobaan
matematika. Anak didik pada masa ini bermain dengan simbol dan aturan dengan
bentuk-bentuk konkret dan mereka memanipulasi untuk mengatur serta
mengelompokkan aturan-aturan. Masa ini anak didik menggunakan simbol-simbol
sebagai objek manipulasi dan mengarah kepada struktur pemikiran-pemikiran
matematika yang lebih tinggi.
Anak harus mampu mengubah fase manipulasi konkret,
agar pada suatu waktu simbol tetap terkait dengan pengalaman konkretnya. Dari
sudut pandang tahap belajar, peranan guru adalah untuk mengatur belajar anak
didik dalam memahami bentuk aturan-aturan susunan benda walaupun dalam skala
kecil. Anak didik pada masa ini bermain dengan simbol dan aturan dengan
bentuk-bentuk kongkret dan mereka memanipulasi untuk mengatur serta
mengelompokkan aturan-aturan Anak harus mampu mengubah fase manipulasi
kongkret, agar pada suatu waktu simbol tetap terkait dengan pengalaman
kongkretnya.
B.
Penerapan Teori Belajar Dienes
1. Perkembangan Intelektual Anak dalam Belajar
Menurut
Ruseffendi (1992), agar anak dapat mengerti matematika yang dipelajarinya, maka
dia harus sudah siap menerima materi tersebut, artinya anak sudah mempunyai hukum
kekekalan dari jenjang materi matematika yang dipelajari. Menurut Piaget (dalam
Ruseffendi;1992), ada enam tahap dalam perkembangan belajar anak yang disebut hukum
kekekalan, yaitu:
a. Hukum Kekekalan Bilangan (6-7 tahun)
Anak
yang telah memahami hukum kekekalan bilangan akan mengerti bahwa banyaknya
suatu benda-benda akan tetap meskipun letaknya berbeda-beda atau diubah
letaknya. Anak yang memahami hukum kekekalan bilangan sudah siap menerima
pelajaran konsep bilangan dan operasinya. Sebaliknya anak yang belum memahami,
baginya belum waktunya mendapatkan pelajaran operasi penjumlahan dan operasi
hitung lainnya.
b. Hukum Kekekalan Materi (7-8 tahun)
Anak yang sudah
memhami hukum kekekalan materi atau zat akan mengatakan bahwa materi akan tetap
sama banyaknya meskipun diubah bentuknya atau dipindah tempatnya. Sebaliknya
anak yang belum memahami hukum kekekalan materi akan mengatakan materi akan
berubah jika tempatnya diubah atau
dipindah.
c. Hukum Kekekalan Panjang (8-9 tahun)
Anak
yang sudah memhami hukum kekekalan panjang akan mengatakan bahwa panjang tali
akan tetap meskipun tali itu dilengkungkan. Sedangkan anak yang belum memahami,
akan mengataka dua utas tali yang tadinya sama panjang ketika direntangkan,
menjadi tidak sama panjang bila yang satunya dilengkungkan edangkan yang
satunya tidak. Anak yang belum memahami akan mengalami kesulitan dalam
mempelajari konsep pengukuran.
d. Hukum Kekekalan Luas (8-9 tahun)
Hukum kekekalan luas biasanya dipahami anak bersamaan dengan hukum
kekekalan panjang. Anak yang sudah memhami hukum kekekalan luas memahami bahwa
luas daerah yang ditutupi suatu benda akan tetap sama meskipun letak bendanya
diubah. Anak yang belum memahami hokum kekekalan luas akan kesulitan belajar
luasan suatu daerah.
e. Hukum Kekekalan Berat (9-10 tahun)
Hukum kekekalan berat menyatakan bahwa berat suatu benda akan tetap
meskipun bentuk, tempat, dan atau penimbangan benda tersebut berbeda.
f. Hukum Kekekalan Isi (14-15 tahun)
Hukum kekekalan isi menyatakan bahwa jika pada sebuah bejana yang penuh
dengan air dimasukkan suatu benda, maka air yang ditumpahkan dari bejana sama
dengan isi benda yang dimasukannya.
2. Permainan Interaktif untuk Belajar Matematika
Bagi anak, bermain merupakan kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan.
Jika permainan diterapkan dalam pembelajaran matematka, maka pembelajaran akan
menyenangkan bagi anak.
Permainan interaktif
merupakan permainan yang dikemas dalam pembelajaran, sehingga anak didik
menjadi aktif dan senang dalam belajar. Oleh karena itu, jika guru dapat
mengemas permainan sebagai media maupun pendekatan dalam pembelajaran
matematika bagi anak, maka anak akan senang belajar matematika sehingga
pembelajaran menjadi optimal.
C. Kelebihan Dan Kekurangan Teori Belajar
Dienes
1.
Kelebihan teori belajar Dienes
a.
Dengan menggunakan benda-benda konkret, siswa dapat
lebih memahami konsep dengan
benar.
b.
Susunan belajar akan lebih hidup, menyenangkan, dan
tidak membosankan.
c.
Dominasi guru berkurang dan siswa lebih aktif.
d.
Konsep yang lebih dipahami dapat lebih mengakar karena
siswa membuktikannya sendiri.
e.
Dengan banyaknya contoh yang dilakukan melalui
permainan, siswa dapat menerapkan
kedalam situasi yang lain.
2.
Kelemahan teori belajar Dienes
a.
Tidak semua materi dapat menggunakan teori belajar
Dienes, karena teori ini lebih mengarah kepermainan.
b.
Tidak semua siswa memiliki kemampuan yang sama.
c.
Bila pengajar tidak memiliki kemampuan mengarahkan
siswa maka siswa cenderung hanya bermain tanpa berusaha memahami konsep.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar