Jumat, 11 Oktober 2013

KONSEP TEORI BRUNER


Jerome S.Bruner seorang ahli psikologi (1915) dari Universitas Harvard, Amerika Serikat, telah mempelopori aliran psikologi kognitif yang memberi dorongan agar pendidikan memberikan perhatian pada pentingnya pengembangan berfikir. Bruner banyak memberikan pandangan mengenai perkembangan kognitif manusia, bagaimana manusia belajar atau memperoleh pengetahuan, menyimpan pengetahuan dan mentransformasi. Dasar pemikiran teorinya memandang bahwa manusia sebagai pemroses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner menyatakan belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi yang diberikan kepada dirinya.


Ada tiga proses kognitif yang terjadi dalam belajar:
1.      Proses perolehan informasi baru.
2.      Proses mentransformasikan informasi yang diterima
3.      Menguji relevan dan ketepatan pengetahuan.
Menurut Bruner (dalam Hudoyo,1990:48) belajar mathematika adalah belajar mengenai konsep-konsep dan stuktur-struktur mathematika yang terdapat dalam materi yang dipelajari, serta mencari serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur mathematika tersebut. Materi pelajaran perlu disajikan dengan memperhatikan tahap perkembangan kognitif / pengetahuan anak agar pengetahuan tersebut dapat diinternalisasi dalam pikiran orang tersebut. Proses Internalisasi dapat terjadi secara sungguh-sungguh jika pengetahuan yang dipelajari itu dipelajari dalam tiga model tahapan yaitu:
1.      Model Tahap Enaktif
Dalam tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak secara langsung terlibat dalam memanipulasi objek. Pada tahap ini anak belajar sesuatu pengetahuan di mana pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan menggunakan situasi yang nyata, pada penyajian ini anak tanpa menggunakan imajinasinya atau kata-kata. Ia akan memahami sesuatu dari berbuat atau melakukan sesuatu.
2.      Model Tahap Ikonik
Dalam kegiatan ini kegiatan penyajian dilakukan berdasarkan pada pikiran internal dimana pengetahuan disajikan melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik yang dilakukan anak, berhubungan dengan mental yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya. Anak memanipulasi objek seperti yang dilakukan siswa dalam tahap enaktif.
Tahap ikonik, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan di mana pengetahuan itu dipresentasikan dalam bentuk bayangan visual, gambar, atau diagram, yang menggambarkan kegiatan kongkret atau situasi kongkret yang terdapat pada tahap enaktif tersebut di atas. Kemudian seseorang mencapai masa transisi dan menggunakan penyajian ikonik yang didasarkan pada pengindraan kepenyajian simbolik yang didasarkan pada berpikir abstrak.
3.      Model Tahap Simbolis
Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu. Anak tidak lagi terikat dengan objek-objek seperti pada tahap sebelumnya. Anak pada tahap ini sudah mampu menggunakan notasi tanpa ketergantungan terhadap objek riil. Pada tahap simbolik ini, pembelajaran dipresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak, yaitu simbol-simbol arbiter yang dipakai berdasarkan kesepakatan orang-orang dalam bidang yang bersangkutan, baik simbol-simbol verbal, lambang-lambang matematika, maupun lambang-lambang abstrak yang lain.
Selain mengembangkan teori perkembangan kognitif, Bruner mengemukakan teorema atau dalil-dalil berkaitan pengajaran matematika. Berdasarkan hasil-hasil eksperimen dan observasi yang dilakukan oleh Bruner dan Kenney, pada tahun 1963 kedua pakar tersebut mengemukakan empat teorema berkaitan dengan pengajaran matematika yang masing-masing mereka sebut sebagai “teorema atau dalil”. Keempat dalil tersebut adalah:
1.      Dalil Konstruksi / Penyusunan (Chontruction Theorem)
Di dalam teorema konstruksi dikatakan bahwa cara yang terbaik bagi seorang siswa untuk mempelajari sesuatu atau prinsip dalam matematika adalah dengan mengkonstruksi atau melakukan oenyusunan sebagai sebuah representasi dari konsep atau prinsip tersebut. Siswa yang lebih dewasa mungkin bisa memahami sesuatu konsep/prinsip dalam matematika hanya dengan menganalisis sebuah representasi yang disajikan guru mereka. Akan tetapi, untuk kebanyakan siswa, khususnya untuk siswa yang lebih muda, proses belajar akan lebih baik atau melekat jika para siswa mengkonstruksi sendiri reprensentasi dari apa yang dipelajari tersebut. Alasanya, jika para siswa bisa mengkonstruksi sendiri representasi dari apa yang dipelajari tersebut mereka akan lebih mudah menemukan sendiri konsep atau konsep yang terkandung dalam representasi tersebut, sehingga untuk selanjutnya mereka juga mudah untuk mengingat hal-hal tersebut dan dapat mengaplikasikan dalam situasi-situasi yang sesuai.
Dalam proses perumusan dan mengkonstruksi atau penyusunan ide-ide, apabila disertai dengan bantuan benda-benda konkret mereka lebih mudah mengingat ide-ide tersebut. Dengan demikian, anak lebih mudah menerapkan ide dalam situasi nyata secara tepat.
2.      Dalil Notasi (Notation Theorem)
Menurut apa yang dikatakan dalam teorema notasi, representasi dari sesuatu materi matematika akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila di dalam representasi itu digunakan notasi yang sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa.
Notasi yang diberikan tahap demi tahap ini sifatnya berurutan dari yang paling sederhana sampai yang paling sulit. Penyajiannya seperti dalam matematika merupakan pendekatan spiral setiap ide-ide matematika disajikan secara sistematis dengan menggunakan notasi-notasi yang bertingkat. Pada tahap awal notasi ini sederhana, diikuti dengan notasi berikutnya yang lebih kompleks.
3.      Dalil Kekontrasan dan Variasi (Contrast and Variation Theorem)
Di dalam teorema kekontrasan dan variasi dikemukakan bahwa sesuatu konsep matematika akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila konsep itu dikontraskan dengan konsep-konsep yang lain, sehingga perbedaan antara konsep itu dengan konsep-konsep yang lain menjadi jelas. Selain itu dalam teorema ini juga disebutkan bahwa pemahaman siswa tentang sesuatu konsep matematika juga akn menjadi lebih baik apabila konsep itu dijelaskan dengan menggunakan berbagai contoh yang bervariasi.
4.      Dalil Konektivitas atau Pengaitan (Connectivity Theorem)
Di dalam teorema konektivitas disebutkan bahwa setiap konsep, prinsip, dan ketrampilan dalam matematika berhubungan dengan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan ketrampilan-ketrampilan yang lain.
Adanya hubungan antara konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan ketrampilan-ketrampilan itu menyebabkan struktur dari setiap cabang matematika menjadi jelas. Adanya hubungan-hubungan itu juga membantu guru dan pihak-pihak lain dalam upaya untuk menyusun program pembelajaran bagi siswa.
Dalam pembelajaran matematika, tugas guru bukan hanya membantu siswa dalam memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip serta memiliki ketrampilan-ketrampilan tertentu, tetapi juga membantu siswa dalam memahami hubungan antara konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan letrampilan-ketrampilan tersebut. Dengan memeahami hubungan antara bagian yang satu dengan bagian yang lain dari matematika, pemahaman siswa terhadap struktur dan isi matematika menjadi lebih utuh.
Keempat dalil tersebut diatas tidak dimaksudkan untuk diterapkan satu per satu. Dalam penerapannya, dua dalil atau lebih dapat diterapkan secara bersama dalam proses pembelajaran sesuatu materi matematika tertentu, hal tersebut tergantung dari materi yang dipelajari dan karakteristik dari siswa yang belajar.

     B.     METODE PENEMUAN
Satu hal yang menjadikan Bruner terkenal karena dia lebih peduli terhadap proses belajar. Oleh karena itu, menurut Bruner metode belajar merupakan faktor yang menentukan dalam pembelajaran dibandingkan dengan pemerolehan khusus. Metode yang sangat didukungnya yaitu metode penemuan (discovery). Discovery learning dari Bruner, merupakan model pengajaran yang dikembangkan berdasarkan pada pandangan kognitif tentang pembelajaran dan prinsip-prinsip konstruktivis. Siswa belajar melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip dalam memecahkan masalah, dan guru mendorong siswa untuk mendapatkan pengalaman dengan melakukan kegiatan yang memungkinkan siswa menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri, bukan memberi tahu tetapi memberikan kesempatan atau dengan berdialog agar siswa menemukan sendiri. Pembelajaran ini membangkitkan keingintahuan siswa, memotifasi siswa untuk bekerja sampai menemukan jawabannya. Siswa belajar memecahkan secara mandiri dengan ketrampilan berfikir sebab mereka harus menganalisis dan memanipulasi informasi.
Penemuan yang dimaksud disini bukan penemuan sungguh-sungguh, sebab apa yang ditemukan itu sebenarnya sudah ditemukan orang. Jadi penemuan di sini ialah penemuan pura-pura, atau penemuan bagi siswa yang bersangkutan saja. Pola penemuannya itu mungkin hanya sebagian saja, sebab sebagian lagi mungkin diberi tahu guru.
Metode penemuan adalah metoda mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahua, sebagian untuk seluruhnya ditemukan sendiri. Dengan penemuan ini pada akhirnya dapat meningkatkan penalaran dan kemampuan untuk berfikir secara bebas dan melatih ketrampilan kognitif siswa dengan cara menemukan dan memecahkan masalah yang ditemui dengan pengetahuan yang telah dimiliki dan menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna.
Pembelajaran menurut Bruner adalah siswa belajar melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip dalam memecahkan masalah dan guru berfungsi sebagai motivator bagi siswa dalam mendapatkan pengalaman yang memungkinkan mereka menemukan dan memecahkan masalah.
Bruner sangat menyarankan keaktifan anak dalam proses belajar secara penuh. Lebih disukai lagi bila proses ini berlangsung di tempat yang khusus, yang dilengkapi dengan objek-objek untuk dimanipulasi anak, misalnya laboratorium. Dengan metode ini anak didorong untuk memahami suatu fakta dan hubungannya yang belum dia faham sebelumnya, dan yang belum diberikan ecara langsung oleh orang lain.
            Manfaat belajar penemuan adalah sebagai berikut:
·         Belajar penemuan dapat digunakan untuk menguji apakah belajar sudah bermakna;
·         Pengetahuan yang diperoleh siswa akan tertinggal lama dan mudah diingat;
·         Belajar penemuan sangat diperlukan dalam pemecahan masalah sebab yang diinginkan dalam belajar agar siswa dapat mendemonstrasikan pengetahuan yang diterima;
·         Transfer dapat ditingkatkan dimana generalisasi telah ditemukan senbiri oleh siswa dari pada disajikan dalam bentuk jadi;
·         Penggunaan belajar penemuan mungkin mempunyai pengaruh dalam menciptakan motivasi siswa;
·         Meningkatan penalaran siswa dan kemampuan untuk berfikir secara bebas.
Adapun tahap-tahap Penerapan Belajar Penemuan
     1.   Stimulus (pemberian perangsang/simuli); kegiatan belajar di mulai dengan memberikan pertanyaan yang  merangsang berpikir siswa, menganjurkan dan mendorongnya untuk membaca buku dan aktivitas belajar lain yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah;
  2. Problem Statement (mengidentifikasi masalah); memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan pelajaran kemudian memilih dan merumuskan dalam bentuk hipotesa (jawaban sementara dari masalah tersebut);
     3.   Data Collecton (pengumpulan data); memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi yang relevan sebanyak-banyaknya untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesa tersebut;
    4.  Data Prossesing (pengolahan data); yakni mengolah data yang telah diperoleh siswa melalui kegiatan wawancara, observasi dll. Kemudian data tersebut ditafsirkan;
    5.  Verivikasi, mengadakan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar tidaknyahipotesis yang ditetapkan dan dihubungkan dengan hasil dan processing;
    6.Generalissi, mengadakan penarikan kesimpulan untuk dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama dengan memperhatikan hasil verivikasi. (Muhibbin Syah, 1995) dalam Paulina Panen (2003; Hal .3. 16).
Pentingnya metode penemuan bagi guru matematika adalah:
  • Yang dimaksud dengan “penemuan sesuatu”, pada metode penemuan, hanya berlaku bagi yang bersangkutan;
  • Pikirkan dengan mantap, konsep apa yang akan ditemukan itu. 
  • Tidak semua materi matematika dapat disajikan dengan metoda penemuan secara baik. 
  • Metoda penemuan memerlukan waktu relatif lebih banyak;
  • Supaya tidak mengambil kesimpulan terlalu pagi, berilah banyak contoh-contohnya sebelum siswa membuat kesimpulan; 
  • Bila siswa mendapat kesukaran membuat generalisasinya (kesimpulan), bantulah mereka. Ingat pula bahwa mampu merumuskan sesuatu dengan bahasa yang baik dalam matematika memerlukan penguasaan bahasa yang tinggi. Bila siswa tidak dapat mengerti dengan salah satu penyajian penampilan penemuan gunakan teknik lain; 
  • Jangan mengharapkan semua siswa mampu menemuakan setiap konsep yang kita minta untuk mencarinaya; 
  • Memperoleh generalisasi atau kesimpulan yang benar pada metoda penemuan ini adalah hasil yang paling akhir; untuk mengetahui bahwa kesimpulan kita itu benar kita harus melakukan pemeriksaan/pengecekan. 
  • Buatlah kegiatan sebagai aplikasi penemuan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar