Jerome S.Bruner seorang ahli psikologi (1915) dari Universitas Harvard, Amerika Serikat, telah mempelopori aliran psikologi kognitif yang memberi dorongan agar pendidikan memberikan perhatian pada pentingnya pengembangan berfikir. Bruner banyak memberikan pandangan mengenai perkembangan kognitif manusia, bagaimana manusia belajar atau memperoleh pengetahuan, menyimpan pengetahuan dan mentransformasi. Dasar pemikiran teorinya memandang bahwa manusia sebagai pemroses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner menyatakan belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi yang diberikan kepada dirinya.
Ada
tiga proses kognitif yang terjadi dalam belajar:
1. Proses
perolehan informasi baru.
2. Proses
mentransformasikan informasi yang diterima
3. Menguji
relevan dan ketepatan pengetahuan.
Menurut Bruner
(dalam Hudoyo,1990:48) belajar mathematika adalah belajar mengenai konsep-konsep
dan stuktur-struktur mathematika yang terdapat dalam materi yang dipelajari,
serta mencari serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur
mathematika tersebut. Materi pelajaran perlu disajikan dengan memperhatikan
tahap perkembangan kognitif / pengetahuan anak agar pengetahuan tersebut dapat
diinternalisasi dalam pikiran orang tersebut. Proses Internalisasi dapat
terjadi secara sungguh-sungguh jika pengetahuan yang dipelajari itu dipelajari
dalam tiga model tahapan yaitu:
1. Model
Tahap Enaktif
Dalam
tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak secara langsung
terlibat dalam memanipulasi objek. Pada tahap ini anak belajar sesuatu
pengetahuan di mana pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan menggunakan
situasi yang nyata, pada penyajian ini anak tanpa menggunakan imajinasinya atau
kata-kata. Ia akan memahami sesuatu dari berbuat atau melakukan sesuatu.
2. Model
Tahap Ikonik
Dalam
kegiatan ini kegiatan penyajian dilakukan berdasarkan pada pikiran internal
dimana pengetahuan disajikan melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik yang
dilakukan anak, berhubungan dengan mental yang merupakan gambaran dari
objek-objek yang dimanipulasinya. Anak memanipulasi objek seperti yang
dilakukan siswa dalam tahap enaktif.
Tahap
ikonik, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan di mana pengetahuan
itu dipresentasikan dalam bentuk bayangan visual, gambar, atau diagram, yang
menggambarkan kegiatan kongkret atau situasi kongkret yang terdapat pada tahap
enaktif tersebut di atas. Kemudian seseorang mencapai masa transisi dan menggunakan
penyajian ikonik yang didasarkan pada pengindraan kepenyajian simbolik yang
didasarkan pada berpikir abstrak.
3. Model
Tahap Simbolis
Dalam tahap ini
bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi simbol-simbol atau
lambang-lambang objek tertentu. Anak tidak lagi terikat dengan objek-objek
seperti pada tahap sebelumnya. Anak pada tahap ini sudah mampu menggunakan
notasi tanpa ketergantungan terhadap objek riil. Pada tahap simbolik ini,
pembelajaran dipresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak, yaitu simbol-simbol
arbiter yang dipakai berdasarkan kesepakatan orang-orang dalam bidang yang
bersangkutan, baik simbol-simbol verbal, lambang-lambang matematika, maupun
lambang-lambang abstrak yang lain.
Selain
mengembangkan teori perkembangan kognitif, Bruner mengemukakan teorema atau
dalil-dalil berkaitan pengajaran matematika. Berdasarkan hasil-hasil eksperimen
dan observasi yang dilakukan oleh Bruner dan Kenney, pada tahun 1963 kedua
pakar tersebut mengemukakan empat teorema berkaitan dengan pengajaran
matematika yang masing-masing mereka sebut sebagai “teorema atau dalil”.
Keempat dalil tersebut adalah:
1. Dalil
Konstruksi / Penyusunan (Chontruction
Theorem)
Di dalam teorema
konstruksi dikatakan bahwa cara yang terbaik bagi seorang siswa untuk
mempelajari sesuatu atau prinsip dalam matematika adalah dengan mengkonstruksi
atau melakukan oenyusunan sebagai sebuah representasi dari konsep atau prinsip
tersebut. Siswa yang lebih dewasa mungkin bisa memahami sesuatu konsep/prinsip
dalam matematika hanya dengan menganalisis sebuah representasi yang disajikan
guru mereka. Akan tetapi, untuk kebanyakan siswa, khususnya untuk siswa yang
lebih muda, proses belajar akan lebih baik atau melekat jika para siswa
mengkonstruksi sendiri reprensentasi dari apa yang dipelajari tersebut.
Alasanya, jika para siswa bisa mengkonstruksi sendiri representasi dari apa
yang dipelajari tersebut mereka akan lebih mudah menemukan sendiri konsep atau
konsep yang terkandung dalam representasi tersebut, sehingga untuk selanjutnya
mereka juga mudah untuk mengingat hal-hal tersebut dan dapat mengaplikasikan
dalam situasi-situasi yang sesuai.
Dalam proses
perumusan dan mengkonstruksi atau penyusunan ide-ide, apabila disertai dengan
bantuan benda-benda konkret mereka lebih mudah mengingat ide-ide tersebut.
Dengan demikian, anak lebih mudah menerapkan ide dalam situasi nyata secara
tepat.
2. Dalil
Notasi (Notation Theorem)
Menurut apa yang
dikatakan dalam teorema notasi, representasi dari sesuatu materi matematika
akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila di dalam representasi itu
digunakan notasi yang sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa.
Notasi yang
diberikan tahap demi tahap ini sifatnya berurutan dari yang paling sederhana
sampai yang paling sulit. Penyajiannya seperti dalam matematika merupakan
pendekatan spiral setiap ide-ide matematika disajikan secara sistematis dengan
menggunakan notasi-notasi yang bertingkat. Pada tahap awal notasi ini
sederhana, diikuti dengan notasi berikutnya yang lebih kompleks.
3. Dalil
Kekontrasan dan Variasi (Contrast and
Variation Theorem)
Di dalam teorema
kekontrasan dan variasi dikemukakan bahwa sesuatu konsep matematika akan lebih mudah
dipahami oleh siswa apabila konsep itu dikontraskan dengan konsep-konsep yang
lain, sehingga perbedaan antara konsep itu dengan konsep-konsep yang lain
menjadi jelas. Selain itu dalam teorema ini juga disebutkan bahwa pemahaman
siswa tentang sesuatu konsep matematika juga akn menjadi lebih baik apabila
konsep itu dijelaskan dengan menggunakan berbagai contoh yang bervariasi.
4. Dalil
Konektivitas atau Pengaitan (Connectivity
Theorem)
Di dalam teorema
konektivitas disebutkan bahwa setiap konsep, prinsip, dan ketrampilan dalam
matematika berhubungan dengan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan
ketrampilan-ketrampilan yang lain.
Adanya hubungan
antara konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan ketrampilan-ketrampilan itu
menyebabkan struktur dari setiap cabang matematika menjadi jelas. Adanya
hubungan-hubungan itu juga membantu guru dan pihak-pihak lain dalam upaya untuk
menyusun program pembelajaran bagi siswa.
Dalam
pembelajaran matematika, tugas guru bukan hanya membantu siswa dalam memahami
konsep-konsep dan prinsip-prinsip serta memiliki ketrampilan-ketrampilan
tertentu, tetapi juga membantu siswa dalam memahami hubungan antara konsep-konsep,
prinsip-prinsip, dan letrampilan-ketrampilan tersebut. Dengan memeahami
hubungan antara bagian yang satu dengan bagian yang lain dari matematika,
pemahaman siswa terhadap struktur dan isi matematika menjadi lebih utuh.
Keempat dalil
tersebut diatas tidak dimaksudkan untuk diterapkan satu per satu. Dalam
penerapannya, dua dalil atau lebih dapat diterapkan secara bersama dalam proses
pembelajaran sesuatu materi matematika tertentu, hal tersebut tergantung dari
materi yang dipelajari dan karakteristik dari siswa yang belajar.
B. METODE
PENEMUAN
Satu hal yang
menjadikan Bruner terkenal karena dia lebih peduli terhadap proses belajar.
Oleh karena itu, menurut Bruner metode belajar merupakan faktor yang menentukan
dalam pembelajaran dibandingkan dengan pemerolehan khusus. Metode yang sangat
didukungnya yaitu metode penemuan
(discovery). Discovery learning dari Bruner, merupakan model pengajaran
yang dikembangkan berdasarkan pada pandangan kognitif tentang pembelajaran dan
prinsip-prinsip konstruktivis. Siswa belajar melalui keterlibatan aktif dengan
konsep-konsep dan prinsip-prinsip dalam memecahkan masalah, dan guru mendorong
siswa untuk mendapatkan pengalaman dengan melakukan kegiatan yang memungkinkan
siswa menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri, bukan memberi tahu
tetapi memberikan kesempatan atau dengan berdialog agar siswa menemukan
sendiri. Pembelajaran ini membangkitkan keingintahuan siswa, memotifasi siswa
untuk bekerja sampai menemukan jawabannya. Siswa belajar memecahkan secara
mandiri dengan ketrampilan berfikir sebab mereka harus menganalisis dan
memanipulasi informasi.
Penemuan yang
dimaksud disini bukan penemuan sungguh-sungguh, sebab apa yang ditemukan itu
sebenarnya sudah ditemukan orang. Jadi penemuan di sini ialah penemuan pura-pura,
atau penemuan bagi siswa yang bersangkutan saja. Pola penemuannya itu mungkin
hanya sebagian saja, sebab sebagian lagi mungkin diberi tahu guru.
Metode penemuan
adalah metoda mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak
memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui
pemberitahua, sebagian untuk seluruhnya ditemukan sendiri. Dengan penemuan ini
pada akhirnya dapat meningkatkan penalaran dan kemampuan untuk berfikir secara
bebas dan melatih ketrampilan kognitif siswa dengan cara menemukan dan
memecahkan masalah yang ditemui dengan pengetahuan yang telah dimiliki dan
menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna.
Pembelajaran
menurut Bruner adalah siswa belajar melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep
dan prinsip-prinsip dalam memecahkan masalah dan guru berfungsi sebagai
motivator bagi siswa dalam mendapatkan pengalaman yang memungkinkan mereka
menemukan dan memecahkan masalah.
Bruner sangat
menyarankan keaktifan anak dalam proses belajar secara penuh. Lebih disukai
lagi bila proses ini berlangsung di tempat yang khusus, yang dilengkapi dengan
objek-objek untuk dimanipulasi anak, misalnya laboratorium. Dengan metode ini
anak didorong untuk memahami suatu fakta dan hubungannya yang belum dia faham
sebelumnya, dan yang belum diberikan ecara langsung oleh orang lain.
Manfaat
belajar penemuan adalah sebagai berikut:
·
Belajar penemuan dapat
digunakan untuk menguji apakah belajar sudah bermakna;
·
Pengetahuan yang
diperoleh siswa akan tertinggal lama dan mudah diingat;
·
Belajar penemuan sangat
diperlukan dalam pemecahan masalah sebab yang diinginkan dalam belajar agar
siswa dapat mendemonstrasikan pengetahuan yang diterima;
·
Transfer dapat
ditingkatkan dimana generalisasi telah ditemukan senbiri oleh siswa dari pada
disajikan dalam bentuk jadi;
·
Penggunaan belajar
penemuan mungkin mempunyai pengaruh dalam menciptakan motivasi siswa;
·
Meningkatan penalaran
siswa dan kemampuan untuk berfikir secara bebas.
Adapun
tahap-tahap Penerapan Belajar Penemuan
1. Stimulus (pemberian
perangsang/simuli); kegiatan belajar di mulai dengan memberikan pertanyaan yang
merangsang berpikir siswa, menganjurkan dan mendorongnya untuk membaca buku dan
aktivitas belajar lain yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah;
2. Problem
Statement (mengidentifikasi masalah); memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan pelajaran
kemudian memilih dan merumuskan dalam bentuk hipotesa (jawaban sementara dari
masalah tersebut);
3. Data
Collecton (pengumpulan data); memberikan kesempatan kepada para siswa untuk
mengumpulkan informasi yang relevan sebanyak-banyaknya untuk membuktikan benar
atau tidaknya hipotesa tersebut;
4. Data
Prossesing (pengolahan data); yakni mengolah data yang telah diperoleh siswa
melalui kegiatan wawancara, observasi dll. Kemudian data tersebut ditafsirkan;
5. Verivikasi,
mengadakan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar tidaknyahipotesis
yang ditetapkan dan dihubungkan dengan hasil dan processing;
6.Generalissi, mengadakan
penarikan kesimpulan untuk dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua
kejadian atau masalah yang sama dengan memperhatikan hasil verivikasi.
(Muhibbin Syah, 1995) dalam Paulina Panen (2003; Hal .3. 16).
Pentingnya
metode penemuan bagi guru matematika adalah:
- Yang dimaksud dengan “penemuan sesuatu”, pada metode penemuan, hanya berlaku bagi yang bersangkutan;
- Pikirkan dengan mantap, konsep apa yang akan ditemukan itu.
- Tidak semua materi matematika dapat disajikan dengan metoda penemuan secara baik.
- Metoda penemuan memerlukan waktu relatif lebih banyak;
- Supaya tidak mengambil kesimpulan terlalu pagi, berilah banyak contoh-contohnya sebelum siswa membuat kesimpulan;
- Bila siswa mendapat kesukaran membuat generalisasinya (kesimpulan), bantulah mereka. Ingat pula bahwa mampu merumuskan sesuatu dengan bahasa yang baik dalam matematika memerlukan penguasaan bahasa yang tinggi. Bila siswa tidak dapat mengerti dengan salah satu penyajian penampilan penemuan gunakan teknik lain;
- Jangan mengharapkan semua siswa mampu menemuakan setiap konsep yang kita minta untuk mencarinaya;
- Memperoleh generalisasi atau kesimpulan yang benar pada metoda penemuan ini adalah hasil yang paling akhir; untuk mengetahui bahwa kesimpulan kita itu benar kita harus melakukan pemeriksaan/pengecekan.
- Buatlah kegiatan sebagai aplikasi penemuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar